What's new

Indonesia Defence Forum

Menristek Tergetkan 49 Produk Riset Prioritas Sampai 2024

18 Juli 2020



Pesawat N219 amfibi (all images : BPPT)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi Bambang PS Brodjonegoro mengatakan Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024 menargetkan 49 produk riset dan inovasi yang meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia. Sebanyak 12 di antaranya masuk katagori barang 'urgent' (mendesak).

"Karena memang harus bisa menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat hari ini maupun sampai lima tahun ke depan," kata Menristek Bambang dalam acara penyerahan simbolis dana prioritas riset nasional kepada Lembaga Penerima Insentif yang ditayangkan secara virtual di Jakarta, Jumat (17/7).

Dari 49 produk target tersebut, 12 produk target yang mendesak untuk diperoleh antara lain bahan bakar nabati (green fuel), drone atau Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) jenis Medium Altitude Long Endurance (MALE) kombatan. Selanjutnya, garam industri, pangan termasuk padi dan jagung, obat modern asli Indonesia (OMAI) dan stem cell, baterai lithium untuk kendaraan listrik, satelit, kapal datar, serta pesawat N219 amfibi.

Bambang menuturkan bahan bakar nabati atau green fuel diharapkan bisa menggantikan bahan bakar minyak (BBM) impor yang harganya fluktuatif.

"Kita ingin mengurangi ketergantungan kita terhadap impor BBM yang harganya naik turun. Hari ini mungkin harganya sangat rendah tetapi kita tidak tahu nantinya pandemi sudah berakhir kondisi ekonomi global sudah kembali normal maka harga minyak bisa melonjak tinggi dan akhirnya menimbulkan tekanan pada neraca perdagangan maupun pada neraca transaksi berjalan kita," ujar Bambang.




Menristek Bambang menuturkan PUNA MALE kombatan merupakan produk drone pertama Indonesia untuk keperluan militer. "Tentunya ini penting tidak hanya mengurangi ketergantungan impor alutsista (alat utama sistem pertahanan) kita tetapi juga penting untuk menjaga tentunya wilayah Nusantara dan ketahanan nasional," ujarnya.

Demikian juga, keberadaan garam industri nantinya diharapkan bisa mengurangi ketergantungan impor terhadap garam yang digunakan untuk keperluan industri. Saat ini, kebutuhan garam untuk industri dipenuhi dari impor.

"Dalam skema ini kita mengutamakan penggunaan garam rakyat untuk menggantikan peran garam impor tersebut," tutur Bambang.

Selain itu, Indonesia juga mengembangkan baterai lithium untuk kendaraan listrik. "Karena tentunya kita harus mulai mengarahkan Indonesia menjadi salah satu pemain penting dalam produksi mobil listrik," tuturnya.

Dalam memproduksi mobil listrik, Menristek Bambang menuturkan tentu tidak cukup hanya dengan menjadi integrator atau perakit terakhir tapi penting juga untuk menyuplai lebih banyak suku cadang dari kendaraan listrik, dan salah satu suku cadang yang paling penting adalah baterai.

Dalam bidang kesehatan, selain OMAI, stem cell juga dikembangkan dalam upaya untuk memberikan pelayanan lebih baik kepada pasien yang sedang menderita sakit.

Kapal datar diharapkan bisa menjadi solusi baik untuk perikanan maupun untuk transportasi. Kapal ini diharapkan bisa diproduksi dengan biaya lebih hemat dalam waktu lebih cepat.




Riset di pangan seperti untuk komoditas padi dan jagung bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, menyehatkan masyarakat dan mengurangi stunting atau kekerdilan.

Riset di bidang sosial humaniora diharapkan dapat membantu mempersiapkan masyarakat agar adaptif terhadap revolusi industri 4.0 dan lebih adaptif terhadap transformasi digital.

Selain menyiapkan masyarakat untuk transformasi digital, riset di bidang sosial humaniora juga harus bisa menggali nilai budaya lokal yang bisa menjadi salah satu kekuatan Indonesia untuk daya saing global.

"COVID-19 ini mengajarkan kepada kita bahwa transformasi digital dan revolusi industri keempat ternyata lebih cepat daripada yang kita perkirakan," tutur Menristek Bambang.

Pesawat N219 saat ini sedang diupayakan untuk mendapatkan sertifikasi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Dengan adanya pesawat itu, diharapkan dapat menciptakan dan memperkuat koneksi antar pulau di Indonesia.

"Solusinya N219 yang juga merupakan karya anak bangsa bisa dipakai sebagai pesawat amfibi yang bisa mendarat di perairan tersebut," ujar Menristek Bambang.

(Republika)

To reduce import should be focused on sub system like FLIR, Optronic products, CMS, Radar development, large caliber munition and the likes.
 
Produksi Massal Ban Tanpa Udara TNI Tunggu Restu Prabowo



Ban tanpa udara buatan TNI AD. [Dok. Politeknik Angkatan Darat (Poltekad) Kodiklat TNI AD] ★

Politeknik Angkatan Darat (Poltekad) TNI AD mengakui punya keinginan melanjutkan pengembangan ban tanpa udara hingga ke tahap produksi massal. Namun hal itu dikatakan mesti mendapat persetujuan dari pimpinan TNI AD atau Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang saat ini dikepalai Prabowo Subianto.

Komandan Poltekad Kodiklat TNI AD Brigadir Jenderal Nugraha Gumilar menjelaskan batas karya siswa-siswi di Poltekad hanya sampai tahap penelitian, termasuk pada pengembangan ban tanpa udara yang sudah diuji coba pada tahun ini.

"Kami sifatnya penelitian dan ide dasar. Pengembangan selanjutnya ini milik AD, harus seizin Kasad (Kepala Satuan AD) atau Kemenhan," kata Nugraha melalui telepon, Kamis (16/7).

Hak paten ban tanpa udara itu diklaim atas nama TNI AD sehingga untuk masuk ke jalur produksi, misalnya bekerja sama dengan pihak ketiga, hanya bisa dilakukan atas restu pimpinan jajaran TNI AD.

"Jadi kami tidak bisa memutuskan," ucap dia.

Lebih lanjut Nugraha bilang urusan produksi ban tanpa udara seharusnya diserahkan kepada pihak lain yang punya keahlian dan teknologi canggih. Jika ada semacam kerja sama dengan pihak lain, Poltekad dikatakan cuma menyediakan formulasi pembuatan ban.

"Itu dari kami dan kami tidak berani memberikannya [formula] tanpa seizin Kasad," ungkap dia.

Ban tanpa udara racikan prajurit TNI AD saat ini masih dalam uji coba sebagai tahap penyempurnaan. Ban itu dibuat dengan struktur unik, seperti sarang lebah, yang berfungsi sebagai penyangga atau peredam.

Nugraha mengungkap pengembangan dilakukan memakai teknologi, peralatan, dan bahan sederhana. Struktur sarang lebah itu dibuat dari karet mentah yang diolah dengan senyawa kimia.

Kemudian olahan itu dicetak lalu disambung ke bagian tapak ban menggunakan sistem vulkanisir.

Pengujian ban sudah dilakukan pada pikap kabin ganda sambil di area perkotaan di Batu, Jawa Timur selama hampir dua jam dengan kecepatan 40-50 km per jam.

Ban ini tak akan bocor saat menggilas paku atau benda tajam lain, bahkan tidak rusak seketika saat ditembak senjata api. Ban tanpa udara ini diklaim mampu menahan beban dua sampai empat ton.


 

In other news, water is wet.

tbh, I support Prabowo's decision to have Pindad construct the Maung and have it as a large bulk order. If anything Pindad should focus more on tactical trucks instead of heavier vehicles. Diversifying so much into so many different type of vehicles have pretty much kill Pindad's manufacturing output. If they want to do another large order, they should construct a common tactical truck platform in the sense of the Oshkosh LMTV. God knows we have WAY too many different types of trucks in service eating up a huge amount of the maintenance budget.
 
To reduce import should be focused on sub system like FLIR, Optronic products, CMS, Radar development, large caliber munition and the likes.

Some Aircraft subsystem R&D look like to be included in the MALE UAV program since there are 3 related MALE UAV program that are included in the strategic program according to earlier report. In my opinion they are Flight Control (LEN), Remote Sensing Radar (LAPAN), and Mission System (LEN). Mission System contract for MALE UAV has also been given to LEN.

N 219 Amphibious look like doesnt have good market like some analyst has said. It should be replaced by N 245 program.
 
Last edited:

In other news, water is wet.

tbh, I support Prabowo's decision to have Pindad construct the Maung and have it as a large bulk order. If anything Pindad should focus more on tactical trucks instead of heavier vehicles. Diversifying so much into so many different type of vehicles have pretty much kill Pindad's manufacturing output. If they want to do another large order, they should construct a common tactical truck platform in the sense of the Oshkosh LMTV. God knows we have WAY too many different types of trucks in service eating up a huge amount of the maintenance budget.

Seems Maung will be the mainstay of Tactical vehicles and operational vehicles as there is no reason to reject them. First the availability of sparepart and easy of maintenance for user. Second price wise, with 600 million rupiah to 700 million price tag they are much much cheaper compared to Jeeps Wrangler, Land Cruiser and the likes combined them with military utility feature they had, Maung is a bargain. Third, they are SOE brands, so there is should be political power came along with Maung. Fourth, Maung been designed with input from Army officers, so they should have a certain degree of military standard came along with it.

For medium sized trucks, it had been Isuzu as the main supplier to the Armed Forces it is? Especially for 2,5 tonnes and 5 tonnes class. For heavy duty truck i can see they are still confused. But i can already see they are more or less settled with Scania lately , for low bed trailer tank transporter.
 
About used Frigate, Seeing from ship's retirement schedule, Type 23 (HMS Argyll) will be retired in 2023, while Anzac-class will be retired in 2030, while La Fayette is still not scheduled, because 3 out of 5 La Fayettes (Including lead ships) get upgrades.
 
Second price wise, with 600 million rupiah to 700 million price tag they are much much cheaper compared to Jeeps Wrangler, Land Cruiser and the likes combined them with military utility feature they had, Maung is a bargain.

Calling it, if some military brass is adamant about keeping anything else other than a Maung for a personal work vehicle they're involved in some no-no activities.

For medium sized trucks, it had been Isuzu as the main supplier to the Armed Forces it is? Especially for 2,5 tonnes and 5 tonnes class. For heavy duty truck i can see they are still confused. But i can already see they are more or less settled with Scania lately , for low bed trailer tank transporter.

If you spend enough time working at any military installation, you'd see that the different models of trucks from different manufacturers will exceed the amount of fingers and toes you have.
 
Is it possible tho to procure these rumored soon-to-be-decommisioned ships? Duke-class, La-Fayette and Anzac-class sounds nice, but how realistic it is for use to get them and commision them (not to mention the upgrades)?
 
Seems Maung will be the mainstay of Tactical vehicles and operational vehicles as there is no reason to reject them. First the availability of sparepart and easy of maintenance for user. Second price wise, with 600 million rupiah to 700 million price tag they are much much cheaper compared to Jeeps Wrangler, Land Cruiser and the likes combined them with military utility feature they had, Maung is a bargain. Third, they are SOE brands, so there is should be political power came along with Maung. Fourth, Maung been designed with input from Army officers, so they should have a certain degree of military standard came along with it.

For medium sized trucks, it had been Isuzu as the main supplier to the Armed Forces it is? Especially for 2,5 tonnes and 5 tonnes class. For heavy duty truck i can see they are still confused. But i can already see they are more or less settled with Scania lately , for low bed trailer tank transporter.
maung has more than , lets say 70-80% local content compared to greater project acclaimed and overstated as karya anak bangsa such as submarine .
 
Is it possible tho to procure these rumored soon-to-be-decommisioned ships? Duke-class, La-Fayette and Anzac-class sounds nice, but how realistic it is for use to get them and commision them (not to mention the upgrades)?
Most likely the ship in question is Type 23 Frigate aka Duke-class, if La Fayette, We don't need to remove the missiles, becoz it has same Anti Ship Missile (Exocet)
 
Most likely the ship in question is Type 23 Frigate aka Duke-class, if La Fayette, We don't need to remove the missiles, becoz it has same Anti Ship Missile (Exocet)

Seems Duke class actually, as their retirement date been sets, with Argyll, Lancaster, Iron Duke and Monmouth soon will be retired since 2023, one per year. They had been offered to TNI AL actually along with CAMM Missiles as they are share familiar design with Bung Tomo class.
 
Back
Top Bottom