TNI-AU akan Gelar Latihan Pengeboman dengan Pesawat F-16 di Perairan Pacitan
4 jam laluoleh
Pacitanku-455 views
Empat unit pesawat tempur F-16 "Fighting Falcon" yang merupakan hibah dari Amerika Serikat mendarat di Pangkalan Udara TNI AU (Lanud) Iswahjudi Magetan. (Foto: Istimewa)
Pacitanku.com, PACITAN – Komando Operasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) II Pangkalan TNI AU Iswahjudi akan menggelar latihan pengeboman dengan pesawat tempur dengan pesawat F-16C/D dan T-50i yang berlokasi di laut selatan Pacitan.
Komandan Pangkalan TNI AU Iswahjudi Marsma TNI Widyargo Ikoputra dalam informasi yang diterima
Pacitanku.com pada Senin (4/11/2019) mengatakan kegiatan latihan tersebut sebagai salah satu program kerja dan anggaran Pangkalan TNI AU Iswahjudi tahun anggaran 2019.
Program kerja tersebut adalah tentang penyiapan kemampuan penerbang pesawat tempur F-16 dan T-50i di Lanud Iswawhyudi dalam melaksanakan pengeboman dengan sasaran di permukaan laut.
Sehingga, atas dasar itu, para penerbang TNI AU akan menggelar latihan pengeboman dengan sasaran di permukaan laut pada Kamis (7/11/2019) mulai pukul 18.00 WIB.
“Lanud Iswajudi akan mengadakan latihan pengeboman sasaran di permukaan laut dengan pesawat F-16C/D dan T-50i di laut sebelah selatan kota Pacitan kurang lebih 5 NM dari bibir pantai Pacitan dengan koordinat S. 08 derajat 14’40” E. 111 derajat 05’0”, pada ketinggian 0 sampai dengan 15 ribu kaki,”jelas Widyargo.
Lebih lanjut, Widyargo mengatakan dalam latihan ini menggunakan amunisi berupa bom MK-82 live dengan berat 250 Kilogram.
Atas kegiatan tersebut, Widyargo meminta bantuan pengamanan dan pemberitahuan kepada masyarakat sekitar daerah latihan oleh aparat territorial setempat.
“Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (
incident/accident) untuk segera diinformasikan ke Lanud Iswajudi tentang lokasi kejadian melalui nomor telepon 0351-869712,”pungkasnya.
Terpisah, Komandan Detasemen Meteorologi Lanud Iswahjudi Kapten Lek Muhamad Arfan saat dihubungi Pacitanku.com, Senin siang membenarkan rencana tersebut. “Betul mas (kegiatan tersebut-
red),”katanya.
Arfan mengungkapkan, informasi tersebut disebarkan lebih awal agar masyarakat, utamanya para nelayan bisa mengantisipasi terkait rencana tersebut. “Kami infokan lebih awal mengingat nelayan supaya antisipasi dengan kegiatan tersebut,”jelas Arfan.
Kebijakan Modernisasi Alutsista Laut Berbasis MEF Tahap III
04 November 2019
Rudal jelajah permukaan ke darat BGM-109 Tomahawk dapat dipakai untuk mempersenjatai Iver Huitfeldt class (photo : The Drive)
Kebijakan pembangunan militer Indonesia pada tahun 2019 memasuki fase ketiga dalam kerangka Kebijakan Minimmum Essential Force (MEF). Diberitakan oleh Media Indonesia, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan secara keseluruhan pencapaian kebijakan MEF hingga tahun 2019 telah mencapai 72%. Kebijakan MEF dimulai sejak tahun 2009, terbagi dalam tiga fase yaitu fase pertama 2009-2014, fase kedua 2014-2019, dan fase ketiga 2019-2024. Kebijakan MEF didukung secara konsisten oleh anggaran pertahanan yang cenderung meningkat setiap tahunnya.
Memasuki fase ketiga MEF terdapat beberapa momentum yang menambah optimisme kebijakan akan tercapai secara penuh pada tahun 2024. Tahun 2019 merupakan kali kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintahan dijalankan oleh Kabinet Indonesia Maju. Presiden Joko Widodo menunjuk Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan menggantikan Ryamizard Ryacudu masa bakti 2019-2024. Momentum tersebut ditunjang dengan anggaran pertahanan tahun 2020 sebesar 126 Trilyun Rupiah, meningkat dari tahun 2019 sebesar 16%,
anggaran tersebut merupakan 5% dari keseluruhan APBN. Dengan kenaikan anggaran pertahanan yang cenderung stabil, Indonesia menempati peringkat 26 negara-negara dengan anggaran pertahanan tertinggi di dunia (SIPRI, 2019). Kementerian Pertahanan mentargetkan dengan anggaran pertahanan yang ada, MEF dapat dipenuhi hingga tahun 2024.
Kapal Iver Huitfeldt class yang akan rencananya akan difungsikan oleh TNI AL untuk menjadi kapal Destroyer (image : Thales)
MEF merupakan kebijakan yang saling melengkapi antar variabel di dalamnya. Setidaknya terdapat empat elemen pembangun MEF yaitu Rematerialisasi, Pengadaan, Revitalisasi, dan Relokasi. Keempat elemen tersebut dikonsentrasikan pada titik yang disebut sebagai flash point yaitu bagian dari wilayah Indonesia yang diidentifikasi sebagai daerah yang memiliki potensi tinggi terjadinya berbagai ancaman aktual. Flash point menjadi dasar prioritas dibangunnya komposisi dan disposisi MEF secara bertahap dan berkesinambungan. Disebutkan dalam Buku Putih Pertahanan tahun 2018, kebijakan MEF tidak mengarah untuk arms race namun pemenuhan kebutuhan pertahanan minimal Indonesia.
Kebijakan MEF seyogyanya mengakomodasi berbagai kebijakan pertahanan terkait untuk mewujudkan kebijakan pembangunan pertahanan yang ideal. Salah satu kebijakan terkait dengan alutsista adalah kebijakan industri pertahanan dalam negeri melalui UU No.16 Tahun 2012. Dalam undang-undang tersebut diamanatkan kepada BUMN industri pertahanan menjadi lead integrator pembangunan alutsista. Lebih lanjut keputusan KKIP Kep/12/KKIP/XII/2013 menyebutkan PT PAL Indonesia (Persero) menjadi lead integrator pembangunan alutsista matra laut. Idealnya kebijakan MEF dibangun untuk mengakomodasi industri pertahanan dalam negeri, sehingga akan mewujudkan pembangunan pertahanan dengan didasarkan pada kemandirian industri pertahanan. Sinergi yang baik dan berkelanjutan didasarkan pada komitmen kuat antara pengguna (Kementerian Pertahanan) dengan industri pertahanan merupakan prasyarat bagi kemandirian industri pertahanan.
Kapal Sigma 10514 (PKR 105) yang difungsikan sebagai fregat TNI AL (photo : Damen)
Industri pertahanan yang mandiri merupakan visi yang harus dicapai. Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun juga untuk kebutuhan ekspor. Kebijakan MEF seyogyanya dapat menjadi pendorong percepatan kemandirian industri pertahanan dengan cara pertama, pengadaan alutsista berbasis kapabilitas industri pertahanan dalam negeri. Kedua, jika industri pertahanan dalam negeri belum mampu memenuhi, maka pengadaan melalui produsen luar negeri, transfer of technology (ToT) kepada industri pertahanan dalam negeri menjadi prasyarat. ToT yang dilakukan akan menjadi dasar penguasaan teknologi alutsista di masa depan.
Industri Pertahanan Dalam Negeri
Hingga saat ini pemerintah relatif konsisten dalam komitmennya untuk memprioritaskan industri pertahanan dalam negeri bagi pengadaan alutsista. PT PAL Indonesia (Persero) mampu merealisasikan kontrak pengadaan Kapal Cepat Rudal (KCR) 60 meter, Kapal Landing Platform Dock (LPD) 125 meter, Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) 124 Meter, dan Kapal Selam Kelas Changbogo. Realisasi penyelesaian pembangunan dalam termin on schedule dan bahkan dalam kategori ahead delivery. Penguasaan teknologi kapal tersebut di atas dimiliki dengan skema ToT yang kemudian dikembangkan oleh sesuai dengan kebutuhan pengguna oleh PT PAL Indonesia (Persero). Ke depan, komitmen pemerintah akan skema tersebut harus tetap kuat untuk memastikan sustainabilitas industri pertahanan dalam negeri.
Kapal selam DSME 1400 yang sudah dibuat oleh PT PAL (photo : Merdeka)
Penguasaan teknologi oleh industri strategis bukanlah suatu hal yang sederhana. Negara telah melakukan investasi cukup besar terhadap PT PAL Indonesia (Persero) melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Investasi tersebut digunakan untuk menunjang keberhasilan penguasaan teknologi, ToT dan Transfer of Knowledge (ToK). Sebagaimana investasi lainnya, nilai tersebut seiring dengan berjalannya waktu mengalamai penyusutan akibat pengaruh depresiasi, amortisasi, dan lainnya yang dibebankan kepada overhead perusahaan. Investasi yang telah dilakukan harus diutilisasikan semaksimal mungkin untuk proyek-proyek berteknologi tinggi seperti LPD, PKR, Frigate, dan Kapal Selam untuk menjaga produktifitas dan sustainabilitas. Dalam investasi tersebut terdapat amanat rakyat bagi kemaslahatan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terdapat dua mekanisme penguasaan teknologi pertahanan, pertama melalui riset komprehensif dan kedua melalui skema ToT. Masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. ToT dapat menjadi pilihan karena memiliki keunggulan mempersingkat lead time riset dan pengembangan. Apapun pilihan pemerintah, tujuan akhirnya adalah untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan dalam bingkai kepentingan nasional Bangsa Indonesia.
LPD 124 meter TNI AL (photo : PAL)
Berdasarkan kebutuhan TNI AL, terdapat wacana untuk mengakusisi dua unit kapal perang frigate kelas Iver Huitfeldt buatan Denmark. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan
diberitakan oleh jakartagreater.com dalam kesempatan silaturahmi dengan Paguyuban Purnawirawan TNI AL Jala Nusantara pada bulan Januari 2019 mengungkapkan akan dibangun dua unit frigate kelas Iver Huitfeldt di PT PAL Indonesia (Persero) dengan skema ToT. Pernyataan tersebut sesuai dengan amanat konstitusi mengenai industri pertahanan. Secara konstitusional diamatkan melalui melalui UU No.16 Tahun 2012. Dalam undang-undang tersebut BUMN industri pertahanan menjadi lead integrator pembangunan alutsista. Lebih lanjut keputusan KKIP Kep/12/KKIP/XII/2013 menyebutkan PT PAL Indonesia (Persero) menjadi lead integrator pembangunan alutsista matra laut. PT PAL Indonesia (Persero) memiliki pengalaman dan kapabilitas dalam kemitraan ToT, sekaligus kapabilitas pengembangan dan penyesuaian untuk penyesuaian kebutuhan TNI AL. Skema dan prosentase teknis ToT menjadi perhatian khusus nantinya, sejalan dengan kepentingan nasional Bangsa Indonesia.
Kemampuan jelajah samudera menjadi salah satu pertimbangan pengadaan frigate. Dilansir dari janes.com, Kapal tersebut memiliki spesifikasi panjang 138 meter, kecepatan maksimal 30 knot, dan awak kapal 165 personel. Kapal tersebut dapat dipersenjatai rudal jenis BGM-109 Tomahawk atau sejenisnya. Pengadaan tersebut akan semakin memperkuat TNI AL untuk melindungi wilayah NKRI dan menghadirkan efek gentar (deterence). Namun terdapat sebuah catatan yang harus menjadi perhatian pemerintah, prasyarat ToT menjadi amanat yang harus tetap konsisten untuk dijalankan.
Kapal Cepat Rudal KCR60 meter (photo : Terma)
Untuk memastikan penguasaan teknologi maju pertahanan oleh anak bangsa. PT PAL Indonesia (Persero) memiliki catatan keberhasilan dalam ToT sebelumnya seperti pada program Kapal Patroli Cepat (FPB), LPD, Patroli Kawal Rudal (PKR), dan Kapal Selam. PT PAL Indonesia (Persero) memiliki kesiapan untuk menjalankan program ToT dan memastikan penguasaan teknologi serta keberlanjutan produksi frigate kelas Iver Huitfeldt.
Tantangan ke depan
Tantangan bagi Pemerintah khususnya Kementerian Pertahanan adalah memastikan tercapainya target MEF tahap III sesuai dengan anggaran yang ada dan merumuskan kebijakan selanjutnya. Dalam menjalankan kebijakan MEF pemerintah harus tetap konsisten mengoptimalkan kapabilitas industri pertahanan dalam negeri sejalan dengan amanat konstitusi. Kebijakan impor alutsista dapat dilakukan jika industri pertahanan dalam negeri tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan, namun setiap kebijakan pengadaan melalui impor mensyaratkan ToT dengan skema yang menguntungkan bagi Bangsa Indonesia.