Kalau lihat sesuatu itu coba dilihat secara holistic/keseluruhan. Saudara2 kita di Papua itu ada yg di pesisir pantai dan di gunung. Yg dipantai ekonominya lebih maju krn ada infrastruktur dll, sedangkan di gunung lebih sulit kehidupannya. Ga semua saudara papua kita setuju dgn demo dll, permasalahannya lebih kompleks dari sekedar referendum. Menjaga keamanan juga ga mudah disana, korban pendatang jg baru terjadi kemarin setahu saya. Dari pernyataan Presiden kemarin jg mengisyaratkan itu lebih ke KKB, bukan masyarakatnya sendiri.
Berita yg ada di potret sedemikian rupa sehingga nampak seperti itu, terkadang kenyataannya jauh sekam dari api. Sama seperti demo 212 di Jakarta, apa itu perwakilan sebagian besar suara rakyat? Belum tentu, tp memang tampak seperti itu. Sebuah study yg sy pernah tahu dari statement Yanni Wahid pernah ada study tentang paham khilafah di beberapa tempat. Responden yang menjawab mendukung khilafah kemudian ditanyakan apakah mereka lebih memilih pemimpin muslim yg korup atau non muslim yg tidak korup? jawabannya non muslim yg tidak korup. Apa yg bisa ditarik dari study itu? Silahkan dikunyah sendiri, yg pasti Silent majority yg ada di Indonesia itu banyak hanya mereka memilih tidak bersuara lantang. Salah satu indikatornya? Silahkan lihat hasil pemilu kemarin, berapa besar yg mendukung partai yg berbasis agama (pekaes/pepepe) dan brp yg tidak memilih mereka? Demikian juga dengan hasil pemilihan di Papua beserta jumlah pemilih yg mencoblos.
Balik lagi dari misal 10rb pendemo yg menyuarakan anti lontong sayur, bisa saja sebenarnya hanya 1rb orang yg benar2 menyuarakan anti lontong sayur sementara 9rb lainnya sebenarnya ingin ketupat sayur tapi di tempat mereka harga ketupat sayur jauh lebih mahal dari lontong sayur sehingga mereka ikut "sebel" sama si lontong sayur. Yang buat sulit adalah kemampuan literasi saudara2 kita yang masih minim, rendahnya minat membaca jadi salah satu indikator. Kalau sudah gini membaca berita baik yang hoax atau bukan jadi keblinger sendiri