What's new

Indonesia Defence Forum

Yea, I've seen this one. But US itself pushed us to purchase their F16V instead of getting F-16 EDA, procurement itself is dynamic let's see whether the plan on viper and eda will be executed or no
It very likely could be a mix of new built V's and upgraded EDA's. We can't really afford that many new built planes.
 
. .
Screenshot_20200830-173254_CNN Indonesia.jpg

https://www.cnnindonesia.com/nasion...k-kehilangan-prajurit-daripada-nama-tni-rusak
:enjoy::enjoy::enjoy:
 
.
All rumours i got that those 33 units will receive eMLU making them more or less equal to Block 52 instead of Block 72.

In this situation, eMLU to block 52 is better than nothing. They already have the same mission computer just like in block 52.
What I concern is this may take too long before all these 33 units (A/B/C/D) becoming block 52.
Why can't they do it in bigger batches. And maybe do it at PT DI facility too?
 
.
How about our damaged hind?
Can Pt DI repair it?
They can if they were given the tools and permission to do so by Rosonoboroexport. But unfortunately they didn't.


Unlike the Western European and American deals, the Russian deals have never included any sort of ToT, local content, or offset deal.
 
.
FA-50 as alternative is decent but I dont think its good enough for us considering the Heavy Fighter purchase plan is gone for now, what we need is fighter with good range to compensate. F-16 has more range then FA-50, with additional CFT and drop tank it can fly far and away. This can be good temporary compensation for the lack of heavy fighter.

In addition to that our MLU experince and the knowledge of F-16 will be more beneficial if we get some more F-16. Technique of maintaining aircraft/fighter can be learned but experience specially hands on experience is just priceless knowledge to be wasted for a fighter with lesser performance.
 
.
FA-50 as alternative is decent but I dont think its good enough for us considering the Heavy Fighter purchase plan is gone for now, what we need is fighter with good range to compensate. F-16 has more range then FA-50, with additional CFT and drop tank it can fly far and away. This can be good temporary compensation for the lack of heavy fighter.

In addition to that our MLU experince and the knowledge of F-16 will be more beneficial if we get some more F-16. Technique of maintaining aircraft/fighter can be learned but experience specially hands on experience is just priceless knowledge to be wasted for a fighter with lesser performance.
FA50 as alternative of F16? But we already planned to buy more LIFT jet, I think its more about priority for now to get more FA50 first then more F16 a few years later, so FA50 won't replace the planned F16.
I guess the money is not enough to buy large number of F16 for now, #nyicil.

FA50 kan bukan T50? When the old one get upgraded tho
 
.
In this situation, eMLU to block 52 is better than nothing. They already have the same mission computer just like in block 52.
What I concern is this may take too long before all these 33 units (A/B/C/D) becoming block 52.
Why can't they do it in bigger batches. And maybe do it at PT DI facility too?
Ideally these whole works should've been done in depot maintenance not in engineer squadron. Many things are no ideal in Indonesia
 
.
how about PLN from France is there any progress?
Well outside Nexter, MBDA, Thales & Airbus products idk whether we will introduce new items from Naval Group & Dassault Sistemes. I mean sure they can offer us Scorpene, Gowind, FTI & Rafale yet reestablishing new infrastructure & training system cost us money on the other hand, we are open to CAESAR SPH, Exocets, MICA, Thales subsystem products, or H225M family & C-295, i'm quite sure though for tankers programme we will take MRTT instead of KC-46A
 
.

even the one who signed the contract for early Sukhoi batch is giving his clue about Air Force preferences to use US fighter and only bought Flanker as wake up call and diplomatic pressure against USA
 
. .
Usai Maung, PT Pindad Produksi Tank Boat Antasena APC-30
Kamis 27 Aug 2020 06:21 WIB
Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra

Tampilan Tank Boat Antasena APC-30 produksi PT Pindad.



Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate kritik langkah Menhan Prabowo akan beli Typhoon bekas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Ade Bagdja, menjelaskan, kini perusahaan sedang membuat produk pesanan khusus dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, yaitu kendaraan taktis (rantis) bernama Maung. Pesanan yang akan dipenuhi itu mencapai 500 unit sesuai permintaan Kementerian Pertahanan.

"Kita melihat kebutuhan dan peluang dari berbagai macam kondisi Maung, ini sekalian kita sedang industrialisasi semoga tahun ini bisa 500 unit, meskipun kapasitas kita bangunan mencapai 1.000 unit dengan berbagai variannya," kata Ade dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS) dengan tema 'Tantangan Perang Generasi Keenam Versus Kemandirian Industri Pertahanan' di Jakarta, Rabu (26/8).

Hadir sebagai pemateri Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan 2019-2020 Laksdya (Purn) Agus Setiadji, Direktur Utama (Dirut) PT Len Industri, Zakky Gamal Yasin, dan Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate.

Dia menyatakan, PT Pindad juga akan meluncurkan kendaraan tempur lainnya pada 2021. Hanya saja, alutsista kali ini diperuntukkan bagi TNI AL. "Ini coming soon, available tahun 2021. Tentu saja kendaraan tersebut dilengkapi senjata mesin untuk digunakan personel TNI," ujar Ade.

Menurut Ade, spesifikasi Antasena memiliki panjang 18,75 meter dan lebar 6,10 meter, yang memiliki kapasitas kecepatan 40 knots, yang dilengkapi kekuatan 2x1.700 tenaga kuda. "Kendaraan tempur berkonsep Tank Boat Antasena APC-30, ada variasi tank boat rudal dan tank boat kaliber 105 mm," jelas Ade yang menggantikan Dirut PT Pindad Abraham Moses.

Ade pun menyinggung tentang permintaan kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI memang terbatas. Hal itu menjadikan Pindad berbeda dengan pabrikan otomotif swasta yang bisa merakit mobil dalam jumlah ribuan dalam sebulan. "Rantis Anoa belum mencapai 1.000 (unit), padahal sudah berjalan 10 tahun. Ini ciri khas indhan, volume kebutuhan kecil," kata Ade.

Meski begitu, kata dia, pembangunan industri pertahanan (indhan) harus terus dirintis secara berkelanjutan, misalnya diseting bertahap untuk 20 tahun. Karena itu, kalau beda pemerintah beda kebijakan maka indhan tidak bakal bisa bersaing. "Pembangunan indhan harus bertahap. Lima tahun saja berubah, kita kerepotan. harusnya memang 20 tahun," ucap Ade.

Typhoon bekas
Sementara Sekjen Kemenhan periode 2019-2020 Laksdya (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana Menhan Prabowo Subianto membeli pesawat tempur Typhoon bekas dari Austria. Agus mengaku hanya menyampaikan pendapat terkait kajian ilmiah yang tidak berkaitan dengan kebijakan. Dia menganggap, apa pun kebijakan yang diputuskan Menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan membeli pesawat buatan konsorsium Eropa tersebut.

"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas, diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Bisa jadi kita saat ini, kita masih kepikiran belum punya bayangan, belum punya musuh, sehingga alutsista kita hanya sekian yang menembak. Saya yakin Menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," kata Agus.

Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate, mengkritik langkah Menhan yang berencana membeli alutsista bekas. Menurut dia, jika kebijakan lebih memprioritaskan membeli alutsista bekas maka pertahanan Indonesia semakin tertinggal. Dia menyoroti, pembelian 15 unit Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu, dan di negaranya sudah tidak dipakai, malah akan digunakan untuk memperkuat TNI AU. Jika hal itu terjadi maka kekuatan TNI bisa dipertanyakan.

"Indonesia kok beli bekas terus, beli teknologi yang baru, supaya indhan kita itu bisa catch up (mengejar ketertinggalan). Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data, musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," kata Ate dengan menggebu-gebu.

Ate juga menyunggung tentang konsep minimum essential force (MEF) yang harus diganti karena tidak relevan lagi. Menurut dia, MEF merupakan konsep pertahanan yang tidak merepresentasikan Indonesia sebagai bangsa besar. Menurut dia, konsep MEF dengan rencana strategis (renstra) 2010-2014 dan 2015-2019 menghasilkan pemenuhan fisik baru tercapai 63,19 persen dan kesiapan alutsista hanya 58,37 persen.
Ate menyebut, angka itu menunjukkan ada kesenjangan kesiapan pemenuhan dan penggunaan alutsita TNI mencapai 41 persen. "Sampai sekarang MEF belum memenuhi kebutuhan kita. Kita negara G-20. Tinggalkan MEF, kita susun kembali pertahanan negara besar. Nah gitu dunk," kata Ate mendukung agar Kemenhan tidak lagi menggunakan MEF sebagai dasar pembelian dan produksi alutsista TNI.

https://republika.co.id/berita/qfp280484/usai-maung-pt-pindad-produksi-tank-boat-antasena-apc30
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
interesting missile boat variants , can become a potential USV platform in the future , lets pray this thing wouldn't become another 1001 prototipe ......
 
.
Usai Maung, PT Pindad Produksi Tank Boat Antasena APC-30
Kamis 27 Aug 2020 06:21 WIB
Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra

Tampilan Tank Boat Antasena APC-30 produksi PT Pindad.



Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate kritik langkah Menhan Prabowo akan beli Typhoon bekas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Ade Bagdja, menjelaskan, kini perusahaan sedang membuat produk pesanan khusus dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, yaitu kendaraan taktis (rantis) bernama Maung. Pesanan yang akan dipenuhi itu mencapai 500 unit sesuai permintaan Kementerian Pertahanan.

"Kita melihat kebutuhan dan peluang dari berbagai macam kondisi Maung, ini sekalian kita sedang industrialisasi semoga tahun ini bisa 500 unit, meskipun kapasitas kita bangunan mencapai 1.000 unit dengan berbagai variannya," kata Ade dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS) dengan tema 'Tantangan Perang Generasi Keenam Versus Kemandirian Industri Pertahanan' di Jakarta, Rabu (26/8).

Hadir sebagai pemateri Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan 2019-2020 Laksdya (Purn) Agus Setiadji, Direktur Utama (Dirut) PT Len Industri, Zakky Gamal Yasin, dan Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate.

Dia menyatakan, PT Pindad juga akan meluncurkan kendaraan tempur lainnya pada 2021. Hanya saja, alutsista kali ini diperuntukkan bagi TNI AL. "Ini coming soon, available tahun 2021. Tentu saja kendaraan tersebut dilengkapi senjata mesin untuk digunakan personel TNI," ujar Ade.

Menurut Ade, spesifikasi Antasena memiliki panjang 18,75 meter dan lebar 6,10 meter, yang memiliki kapasitas kecepatan 40 knots, yang dilengkapi kekuatan 2x1.700 tenaga kuda. "Kendaraan tempur berkonsep Tank Boat Antasena APC-30, ada variasi tank boat rudal dan tank boat kaliber 105 mm," jelas Ade yang menggantikan Dirut PT Pindad Abraham Moses.

Ade pun menyinggung tentang permintaan kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI memang terbatas. Hal itu menjadikan Pindad berbeda dengan pabrikan otomotif swasta yang bisa merakit mobil dalam jumlah ribuan dalam sebulan. "Rantis Anoa belum mencapai 1.000 (unit), padahal sudah berjalan 10 tahun. Ini ciri khas indhan, volume kebutuhan kecil," kata Ade.

Meski begitu, kata dia, pembangunan industri pertahanan (indhan) harus terus dirintis secara berkelanjutan, misalnya diseting bertahap untuk 20 tahun. Karena itu, kalau beda pemerintah beda kebijakan maka indhan tidak bakal bisa bersaing. "Pembangunan indhan harus bertahap. Lima tahun saja berubah, kita kerepotan. harusnya memang 20 tahun," ucap Ade.

Typhoon bekas
Sementara Sekjen Kemenhan periode 2019-2020 Laksdya (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana Menhan Prabowo Subianto membeli pesawat tempur Typhoon bekas dari Austria. Agus mengaku hanya menyampaikan pendapat terkait kajian ilmiah yang tidak berkaitan dengan kebijakan. Dia menganggap, apa pun kebijakan yang diputuskan Menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan membeli pesawat buatan konsorsium Eropa tersebut.

"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas, diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Bisa jadi kita saat ini, kita masih kepikiran belum punya bayangan, belum punya musuh, sehingga alutsista kita hanya sekian yang menembak. Saya yakin Menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," kata Agus.

Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate, mengkritik langkah Menhan yang berencana membeli alutsista bekas. Menurut dia, jika kebijakan lebih memprioritaskan membeli alutsista bekas maka pertahanan Indonesia semakin tertinggal. Dia menyoroti, pembelian 15 unit Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu, dan di negaranya sudah tidak dipakai, malah akan digunakan untuk memperkuat TNI AU. Jika hal itu terjadi maka kekuatan TNI bisa dipertanyakan.

"Indonesia kok beli bekas terus, beli teknologi yang baru, supaya indhan kita itu bisa catch up (mengejar ketertinggalan). Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data, musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," kata Ate dengan menggebu-gebu.

Ate juga menyunggung tentang konsep minimum essential force (MEF) yang harus diganti karena tidak relevan lagi. Menurut dia, MEF merupakan konsep pertahanan yang tidak merepresentasikan Indonesia sebagai bangsa besar. Menurut dia, konsep MEF dengan rencana strategis (renstra) 2010-2014 dan 2015-2019 menghasilkan pemenuhan fisik baru tercapai 63,19 persen dan kesiapan alutsista hanya 58,37 persen.
Ate menyebut, angka itu menunjukkan ada kesenjangan kesiapan pemenuhan dan penggunaan alutsita TNI mencapai 41 persen. "Sampai sekarang MEF belum memenuhi kebutuhan kita. Kita negara G-20. Tinggalkan MEF, kita susun kembali pertahanan negara besar. Nah gitu dunk," kata Ate mendukung agar Kemenhan tidak lagi menggunakan MEF sebagai dasar pembelian dan produksi alutsista TNI.

https://republika.co.id/berita/qfp280484/usai-maung-pt-pindad-produksi-tank-boat-antasena-apc30
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
interesting missile boat variants , can become a potential USV platform in the future , lets pray this thing wouldn't become another 1001 prototipe ......
what is this for ? they need to find the market before start producing such things like this.
 
.
Usai Maung, PT Pindad Produksi Tank Boat Antasena APC-30
Kamis 27 Aug 2020 06:21 WIB
Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra

Tampilan Tank Boat Antasena APC-30 produksi PT Pindad.



Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate kritik langkah Menhan Prabowo akan beli Typhoon bekas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Ade Bagdja, menjelaskan, kini perusahaan sedang membuat produk pesanan khusus dari Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, yaitu kendaraan taktis (rantis) bernama Maung. Pesanan yang akan dipenuhi itu mencapai 500 unit sesuai permintaan Kementerian Pertahanan.

"Kita melihat kebutuhan dan peluang dari berbagai macam kondisi Maung, ini sekalian kita sedang industrialisasi semoga tahun ini bisa 500 unit, meskipun kapasitas kita bangunan mencapai 1.000 unit dengan berbagai variannya," kata Ade dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS) dengan tema 'Tantangan Perang Generasi Keenam Versus Kemandirian Industri Pertahanan' di Jakarta, Rabu (26/8).

Hadir sebagai pemateri Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan 2019-2020 Laksdya (Purn) Agus Setiadji, Direktur Utama (Dirut) PT Len Industri, Zakky Gamal Yasin, dan Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate.

Dia menyatakan, PT Pindad juga akan meluncurkan kendaraan tempur lainnya pada 2021. Hanya saja, alutsista kali ini diperuntukkan bagi TNI AL. "Ini coming soon, available tahun 2021. Tentu saja kendaraan tersebut dilengkapi senjata mesin untuk digunakan personel TNI," ujar Ade.

Menurut Ade, spesifikasi Antasena memiliki panjang 18,75 meter dan lebar 6,10 meter, yang memiliki kapasitas kecepatan 40 knots, yang dilengkapi kekuatan 2x1.700 tenaga kuda. "Kendaraan tempur berkonsep Tank Boat Antasena APC-30, ada variasi tank boat rudal dan tank boat kaliber 105 mm," jelas Ade yang menggantikan Dirut PT Pindad Abraham Moses.

Ade pun menyinggung tentang permintaan kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI memang terbatas. Hal itu menjadikan Pindad berbeda dengan pabrikan otomotif swasta yang bisa merakit mobil dalam jumlah ribuan dalam sebulan. "Rantis Anoa belum mencapai 1.000 (unit), padahal sudah berjalan 10 tahun. Ini ciri khas indhan, volume kebutuhan kecil," kata Ade.

Meski begitu, kata dia, pembangunan industri pertahanan (indhan) harus terus dirintis secara berkelanjutan, misalnya diseting bertahap untuk 20 tahun. Karena itu, kalau beda pemerintah beda kebijakan maka indhan tidak bakal bisa bersaing. "Pembangunan indhan harus bertahap. Lima tahun saja berubah, kita kerepotan. harusnya memang 20 tahun," ucap Ade.

Typhoon bekas
Sementara Sekjen Kemenhan periode 2019-2020 Laksdya (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana Menhan Prabowo Subianto membeli pesawat tempur Typhoon bekas dari Austria. Agus mengaku hanya menyampaikan pendapat terkait kajian ilmiah yang tidak berkaitan dengan kebijakan. Dia menganggap, apa pun kebijakan yang diputuskan Menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan membeli pesawat buatan konsorsium Eropa tersebut.

"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas, diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Bisa jadi kita saat ini, kita masih kepikiran belum punya bayangan, belum punya musuh, sehingga alutsista kita hanya sekian yang menembak. Saya yakin Menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," kata Agus.

Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate, mengkritik langkah Menhan yang berencana membeli alutsista bekas. Menurut dia, jika kebijakan lebih memprioritaskan membeli alutsista bekas maka pertahanan Indonesia semakin tertinggal. Dia menyoroti, pembelian 15 unit Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu, dan di negaranya sudah tidak dipakai, malah akan digunakan untuk memperkuat TNI AU. Jika hal itu terjadi maka kekuatan TNI bisa dipertanyakan.

"Indonesia kok beli bekas terus, beli teknologi yang baru, supaya indhan kita itu bisa catch up (mengejar ketertinggalan). Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data, musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," kata Ate dengan menggebu-gebu.

Ate juga menyunggung tentang konsep minimum essential force (MEF) yang harus diganti karena tidak relevan lagi. Menurut dia, MEF merupakan konsep pertahanan yang tidak merepresentasikan Indonesia sebagai bangsa besar. Menurut dia, konsep MEF dengan rencana strategis (renstra) 2010-2014 dan 2015-2019 menghasilkan pemenuhan fisik baru tercapai 63,19 persen dan kesiapan alutsista hanya 58,37 persen.
Ate menyebut, angka itu menunjukkan ada kesenjangan kesiapan pemenuhan dan penggunaan alutsita TNI mencapai 41 persen. "Sampai sekarang MEF belum memenuhi kebutuhan kita. Kita negara G-20. Tinggalkan MEF, kita susun kembali pertahanan negara besar. Nah gitu dunk," kata Ate mendukung agar Kemenhan tidak lagi menggunakan MEF sebagai dasar pembelian dan produksi alutsista TNI.

https://republika.co.id/berita/qfp280484/usai-maung-pt-pindad-produksi-tank-boat-antasena-apc30
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
interesting missile boat variants , can become a potential USV platform in the future , lets pray this thing wouldn't become another 1001 prototipe ......

masih jauh jumlah Anoa dibandingkan dengan kebutuhan untuk membentuk brigade-brigade infantry mekanis di banyak Kodam. Setidaknya Kodam macam Siliwangi, Diponegoro, Brawijaya, Bukit Barisan, Mulawarman juga

what is this for ? they need to find the market before start producing such things like this.

They already trying to convert some infantry units into specialized riverine and Offshore mechanized type infantry units. Instead of APC and IFV they envisioned those infantry being carried by armed boats
 
.
They already trying to convert some infantry units into specialized riverine and Offshore mechanized type infantry units. Instead of APC and IFV they envisioned those infantry being carried by armed boats
I just hope that Pindad not only depend on its sale to TNI, but also trying to sell it in international market.
 
.
Back
Top Bottom