What's new

Indonesia Defence Forum

It's not that, Ryamizard was just a very piss poor planner and implementer.

Hence why Jokowi asked Prabowo to fix the problem during this term.
Most of the budget goes into feeding the troops and accomodation. The rest then goes into maintaining existing assets. Leaving little room for weapons purchase. Hence slimming the number of troops is a better choice.
 
damn , we really having a trade war with EU ? the latest nickel export case seems really chaotic , will it affect our defense cooperation with them ?

As hypocrite the EU bureaucracy is, their industries still retain their business acumen & common sense.

Just go with kfx, because turkish "politiknya naik turun" but the turk have experience making f35 fuselage, just curious about engine (they license build GE engine) are they capable enough?Also tfx likely still go far. Dont know but maybe we can ask turkish forumer or see their thread.

Vote turkish for u214, they have "ilmu" to make u214 directly from germany not like korean CBG "yg ambil tanpa bilang2" also turkish good in missile industry maybe missile atmaca or som for ToT.

Its all came down to cost and financing.
 
As hypocrite the EU bureaucracy is, their industries still retain their business acumen & common sense.
Indeed, mental colonization nya masih nempel tuh,udah kaya dari dulu sampe sekarang sifat egois nya masih nempel

It's better actually to strengthen our economic ties to asian (especially SEA)&african countries
 
No wonder our trade deficit with China reach astronomical number and reach all time high in the history of Indonesia. We even imported police uniform from china :rofl:
Any proof that we imported it from china? I believe its sritex product.
 
Indonesian Navy seeks USD340 million for new class of OPVs
Ridzwan Rahmat, Singapore - Jane's Navy International
18 December 2019
Follow

RSS


Key Points
  • The Indonesian Navy has requested USD340 million for a new class of offshore patrol vessels
  • The vessels will be operated as ‘motherships’ for unmanned aerial, surface, and underwater vehicles
The Indonesian Navy (Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut: TNI-AL) has requested that a total of IDR4.8 trillion (USD340 million) be allocated towards a new class of offshore patrol vessels (OPVs) for the service.

According to a draft of the request that was provided to Jane’s on 16 December, the funds will be sourced from domestic lenders as part of loans to be scheduled in the period spanning 2020–24.

https://www.janes.com/article/93262/indonesian-navy-seeks-usd340-million-for-new-class-of-opvs

Quite a large budget, means a complete package for a large ship
 
Menhan Prabowo lawatan ke China
Minggu, 15 Desember 2019 20:32 WIB

Prabowo-Beijing.jpg

Beijing (ANTARA) - Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto memulai lawatan tiga hari ke Beijing, China, pada Minggu.

Kedatangan Menhan disambut Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun, Atase Pertahanan Kedutaan Besar RI di Beijing Brigadir Jenderal TNI Kuat Budiman, Mayor Jenderal Song Yanchao dari Direktorat Kerja Sama Militer Internasional China, dan pejabat Kementerian Pertahanan Nasional China.

Wakil Kepala Perwakilan RI di Beijing Listyowati dan jajaran pejabat KBRI Beijing turut pula menyambut kedatangan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu.

"Kunjungan ke Beijing ini direncanakan akan berlangsung selama tiga hari," kata Dubes Djauhari kepada Antara di Beijing.

Dalam kesempatan tersebut Menhan akan bertemu dengan Menteri Pertahanan Nasional China Jenderal Wei Fenghe dan Wakil Ketua Komisi Militer Pusat China Jenderal Xu Qiliang.

Prabowo juga dijadwalkan berkunjung ke State Administration for Science, Technology and Industry for National Defense (SASTIND) yang membawahi semua industri strategis dan pertahanan di China.

Dalan kunjungan pertamanya ke China itu, Menhan Prabowo akan membahas upaya-upaya yang dapat dilakukan bersama untuk meningkatkan kerja sama di bidang pertahanan.

"Indonesia dan Tiongkok selama ini telah menjalin kerja sama yang baik di bidang pertahanan, baik secara bilateral maupun dalam kerangka regional. Tiongkok juga menjadi salah satu mitra Indonesia dalam modernisasi sistem pertahanan," kata Dubes.

Dalam kunjungan ke Ibu Kota China itu, Prabowo didampingi beberapa pejabat Kemenhan, Komando Pertahanan Udara Nasional, Komando Operasi TNI Angkatan Udara 2, Komando Pusat Persenjataan Kavaleri TNI Angkatan Darat, Komando Pusat Persenjataan Artileri Medan TNI Angkatan Darat, Komando Pusat Persenjataan Artileri Pertahanan Udara TNI Angkatan Darat, Komando Armada 1 TNI Angkatan Laut, dan Komando Sekolah Staf TNI.

Sjafrie Sjamsoeddin dan Suryo Prabowo selaku penasihat Menhan turut pula dalam rombongan delegasi RI itu. ***2***(T.M038)
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2019


https://m.antaranews.com/berita/1209919/menhan-prabowo-lawatan-ke-china






Prabowo kunjungan kehormatan ke Wakil Ketua Komisi Militer China
Rabu, 18 Desember 2019 22:31 WIB

Prabowo-Waket-CMC.jpg

Beijing (ANTARA) - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengakhiri kunjungan kerjanya selama empat hari di Beijing dengan melakukan kunjungan kehormatan kepada Wakil Ketua Komisi Militer Pusat China (CMC) Jenderal Xu Qiliang.

Dalam pertemuan yang digelar di Markas Besar Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di Beijing, Rabu itu, Prabowo menyampaikan keinginannya untuk memperdalam hubungan persahabatan dengan China.

"Tentunya di bidang pertahanan dan militer, hal ini diwujudkan dengan penguatan dialog dan kerja sama kedua pihak serta dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan," kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun yang mendampingi Menhan Prabowo dalam pertemuan singkat tersebut.

Jenderal Xu Qiliang dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo, kemitraan strategis komprehensif antara Indonesia dan China telah berkembang sangat pesat.

Menurut orang kedua di CMC setelah Xi Jinping itu, kerja sama pertahanan dan militer merupakan bagian terpenting dari hubungan antarkedua negara tersebut.

Oleh karena itu, dia berharap kerja sama pragmatis antarkedua pihak terutama jika dikaitkan dengan peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-China pada 2020 mendatang makin meningkat.

Selain Dubes Djuhari, saat bertemu Wakil Ketua CMC itu Prabowo didampingi Atase Pertahanan Kedutaan Besar RI di Beijing Brigadir Jenderal TNI Kuat Budiman, Sjafrie Sjamsoeddin, dan Suryo Prabowo.

Sementara beberapa delegasi dari Kemhan dan Mabes TNI berkesempatan mengunjungi beberapa industri strategis China di Beijing sebagai upaya pendalaman dari pertemuan Prabowo Menteri Pertahanan Nasional China Jenderal Wei Fenghe dan Deputi Direktur Jenderal Lembaga Nasional untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Industri Pertahanan China (SASTIND) Xu Zhanbin pada Senin (16/12).

Setelah melakukan serangkaian kunjungan di Ibu Kota China itu, Menhan Prabowo langsung bertolak menuju ke Tokyo, Jepang. ***2***(T.M038)
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2019

https://m.antaranews.com/berita/121...ehormatan-ke-wakil-ketua-komisi-militer-china

Prabowo dan Menhan China bicarakan peningkatan kerja sama
Senin, 16 Desember 2019 21:56 WIB

Prabowo-Beijing-1_1.jpg

Beijing (ANTARA) - Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Nasional China Jenderal Wei Fenghe membicarakan peningkatan kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan kedua negara.

Di bawah dinginnya suhu udara Beijing yang diguyur hujan salju sejak Senin pagi itu, kedua Menhan tampak bersikap hangat dan bersahabat.

"Suasananya cair antardua rekan sejawat ini dalam membahas berbagai isu terkait pertahanan negara, kerja sama kedua angkatan bersenjata Indonesia dan Tiongkok, serta masalah stabilitas dan keamanan di kawasan," kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun yang turut serta dalam pertemuan di kawasan Deshengmen itu.

Bahkan Menhan Prabowo merasa yakin "counterpart"-nya itu bisa diajak memperluas area kerja sama di bidang pertahanan dan kemiliteran.

Kedatangan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI ke Ibu Kota China tersebut disambut upacara militer oleh Menhan Wei dan pasukan kawal kehormatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).

Prabowo sudah dua kali bertemu Jenderal Wei karena sebelumnya berjumpa dalam Pertemuan ke-6 Tingkat Menteri Pertahanan ASEAN Plus di Bangkok, Thailand, pada 18 November 2019.
Prabowo-Beijing-2.jpg

Delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto foto bersama delegasi China dalam pertemuan bilateral dengan Menhan Nasional China Jenderal Wei Fenge di Beijing, Senin (16/12). (ANTARA/HO-PLA/mii)

Industri Pertahanan
Dalam kunjungannya ke Beijing, Prabowo juga sempat melakukan dialog dengan Deputi Direktur Jenderal Lembaga Negara untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Industri Pertahanan Nasional (SASTIND) Xu Zhanbin.

Dalam pertemuan tersebut Xu didampingi perwakilan dari sejumlah BUMN industri strategis China, di antaranya China Precision Machinery Import-Export Corporation (CPMIEC), Norinco, dan China Electronics Technology Group Corporation (CETC) yang berkesempatan memaparkan pengalaman mereka di Indonesia dan negara-negara lain.

Menurut Dubes Djauhari, dialog dengan SASTIND membahas kemungkinan kerja sama industri pertahanan dengan China.

"Industri pertahanan Tiongkok telah terbukti dapat memenuhi hampir semua kebutuhan pertahanan negara ini," ujarnya.

Selain Dubes, dalam dua pertemuan tersebut Prabowo didampingi Atase Pertahanan Kedutaan Besar RI di Beijing Brigadir Jenderal TNI Kuat Budiman, Sjafrie Sjamsoeddin, dan Suryo Prabowo serta beberapa pejabat di lingkungan Kemenhan dan TNI.

Baca juga: Menhan Prabowo lawatan ke China
Baca juga: Menhan Prabowo apresiasi perkembangan positif Laut China Selatan

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
COPYRIGHT © ANTARA 2019


https://m.antaranews.com/berita/1211423/prabowo-dan-menhan-china-bicarakan-peningkatan-kerja-sama

Yang diajak jalan sama Prabowo ke China, Kohanudnas, Arhanud AD, Kavaleri AD, Armed, dari sini bisa kelihatan apa yang lg diincar ke China....
 
Vote turkish for u214, they have "ilmu" to make u214 directly from germany not like korean CBG "yg ambil tanpa bilang2" also turkish good in missile industry maybe missile atmaca or som for ToT.


Originally the class was to be called CERBE, but in 2014 significant design modifications were made to meet TNF requirements and to cater for some technical problems with the HDW design. The former commander of TNF, Adm. Bülent Bostanoglu, is on record as stating that Turkish engineers found five major design flaws and developed solutions for them. The resulting submarine, longer and heavier than CERBE, was renamed the REIS-class. The latest revision in the overall length makes the current submarines 2.05m longer than the original U-214 CERBE design. It is stated that surface displacement of Reis class is around 1,850t and submerged displacement likely to be 2,040-2,050.
 
Last edited:
What Indonesia’s Submarine Purchase Tells Us About Its Strategic Priorities
03 JUN 2019
By Shang-su Wu
SHARE



Jakarta’s choice to upgrade its defence capabilities with a billion-dollar submarine project reveals how they view their greatest naval strategic challenges.

The deal to acquire three more submarines from South Korea with the value of US $1.02b — about an eighth of the Indonesian defence budget — indicates the Southeast Asian state’s strategic intentions.

Jakarta’s military modernisation efforts are aimed at acquiring a Minimum Essential Force (MEF) by 2024, which includes upgrading a range of maritime capabilities. The choice to invest in submarines, over other options, reveals that Indonesia views sea denial with elevated importance.

Given the world’s largest archipelagic state faces numerous kinds of security challenges during peacetime — such as illegal fishing, smuggling and natural disasters — dual-purposed platforms, such as surface vessels and maritime patrol aircraft, would be natural priorities for defence investment.

In contrast, submarines are exclusively designed for conventional warfare, and the type that is necessary to support a sea denial strategy: which would be used to disrupt, if not repel, an adversary’s naval operations. Submarines are unsuitable for most peacetime missions, with the rare exception of rare cases of anti-piracy. They also cannot be the main source of sea control, due to their lack of escort capabilities. Thus, Jakarta’s selection of submarines shows a clear step towards developing sea denial capabilities.

With several strategically important straits connecting the Indian and Pacific Oceans within its borders, Indonesia is unlikely to avoid competition among maritime powers — primarily between China and the US. The possession of certain naval capabilities is essential for Jakarta to protect its sovereignty and to serve as a bargaining chip in realpolitik.

Jakarta’s concentration on sea denial likely reflects that such a strategy maximises the strategic asymmetrical leverage Indonesia can have over adversaries for the same budget, especially given Indonesia’s industrial capacities. If Indonesia used the same amount of budget to build three or more frigates, or to procure even more maritime patrol aircraft, the strategic advantage would be less than that gained by three submarines.

This is not to say that defence investment would be entirely funnelled toward developing sea denial capabilities, as at the same time Indonesia still requires the capacity for various peacetime missions.

Indonesia has paid considerable attention to building up its sea denial capability. Aside from submarines, Jakarta has developed two types of indigenous fast attack craft (FAC), the KCR-40 and KCR-60, equipped with licence-built Chinese C-705 anti-ship missiles. This is in parallel with acquiring air-to-surface missiles with anti-ship potential, such as Russian Kh-31P, which would be carried by the Air Force’s Su-30MK2 fighters.

However, the strategic advantage from these would be lower than that from submarines, both for deployment and countermeasure. Indonesia’s large territory requires forward deployment for FACs and aircraft, as well as insufficient infrastructure in terms of naval and air bases, may restrict such operations. While submarines are also not free from the physical limitations of the time necessary to travel large distances, their inherent stealth would make adversaries less certain when and where attacks may occur, compared with more certain platforms. In this way, submarines provide greater deterrence than other means of sea denial.

Regarding countermeasures, the sophisticated shipboard air defence systems of modern militaries, which allow for detection and interception ranges of more than a hundred kilometres, can form layered defence which are more likely to neutralise single shots or a few volleys of anti-ship missiles. Although various types of anti-submarine warfare (ASW) tactics and equipment are also available, the volatile underwater environment, especially in the archipelagic waters, often impede the detection of submarines due to the differing levels of temperature and saltiness. As such, submarines have better attack opportunities and give target less time to respond. In short, submarines present Jakarta with an asymmetrical advantage to counter a superior navy.

Indonesia’s submarine project is also about establishing its indigenous base. Indonesia manages a range of defence industries, and its naval domain is probably advancing the fastest in this respect. It’s naval industry builds sophisticated vessels such as the Makassar-class landing platform docks (LPD) and Martadinata-class frigates. Submarines, as the next major step for shipbuilding, would certainly require some government-level support. In Indonesia’s previous purchase of submarines, the Indonesian company, PT PAL, assembled the third submarine, and thus some Indonesian specialists and skilled labours were trained during the project. With the current order, Indonesia will develop increased talent, accumulate more experience and master more knowledge with regards to submarine shipbuilding, which would be important not only to Indonesia’s defence but also its industrial capacity. Without a further project, Jakarta is unlikely to retain the professionals with expertise in building submarines, not to mention strengthening this expertise. Economically, building submarines locally contributes to GDP and employment, which is crucial in Indonesia’s vivid democracy. Finally, Indonesia’s success in exporting LPD and locomotives to users of developing countries, such as the Philippines, selling submarines would also be a reasonable mid-term goal for Jakarta.

Next to the shipbuilding, improving infrastructure and facilities that support underwater operations would be an indicator for Indonesia’s submarine capability, since only one or two bases could be vulnerable to external attack. If an external power came to threaten the archipelagic country, it would have standoff capability to strike the Indonesian submarine bases, leaving the diesel-electric submarines with limited or no operational sustainability due to a lack of logistical support. This suggests additional facilities for sustaining submarine operation could be more valuable for deterrence than procuring further submarines.

Advanced submarine technologies, such as Air Independence Propulsion (AIP) or sub-launched missiles, are unlikely incorporated for the coming submarines, especially considering the budget of the current submarine purchase deal does not exceed than that of the previous deal. Nevertheless, technological upgrades should not be excluded during the building stage. Since more than half of the budget for submarines is based on loans, financial arrangement for AIP or other equipment may still be an option for Indonesian defence planners.

Overall, this latest submarine deal reveals Jakarta’s strategic priorities — to develop the capability for a sea denial strategy — as well as its industrial ambition to increase its technical expertise in shipbuilding.

Shang-su Wu is a research fellow of the Regional Security Architecture Programme at the S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University in Singapore.

This article is published under a Creative Commons Licence and may be republished with attribution.

http://www.internationalaffairs.org.au/australianoutlook/indonesias-submarine-purchase/
 
Menhan Prabowo lawatan ke China
Minggu, 15 Desember 2019 20:32 WIB

Prabowo-Beijing.jpg

Beijing (ANTARA) - Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto memulai lawatan tiga hari ke Beijing, China, pada Minggu.

Kedatangan Menhan disambut Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun, Atase Pertahanan Kedutaan Besar RI di Beijing Brigadir Jenderal TNI Kuat Budiman, Mayor Jenderal Song Yanchao dari Direktorat Kerja Sama Militer Internasional China, dan pejabat Kementerian Pertahanan Nasional China.

Wakil Kepala Perwakilan RI di Beijing Listyowati dan jajaran pejabat KBRI Beijing turut pula menyambut kedatangan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu.

"Kunjungan ke Beijing ini direncanakan akan berlangsung selama tiga hari," kata Dubes Djauhari kepada Antara di Beijing.

Dalam kesempatan tersebut Menhan akan bertemu dengan Menteri Pertahanan Nasional China Jenderal Wei Fenghe dan Wakil Ketua Komisi Militer Pusat China Jenderal Xu Qiliang.

Prabowo juga dijadwalkan berkunjung ke State Administration for Science, Technology and Industry for National Defense (SASTIND) yang membawahi semua industri strategis dan pertahanan di China.

Dalan kunjungan pertamanya ke China itu, Menhan Prabowo akan membahas upaya-upaya yang dapat dilakukan bersama untuk meningkatkan kerja sama di bidang pertahanan.

"Indonesia dan Tiongkok selama ini telah menjalin kerja sama yang baik di bidang pertahanan, baik secara bilateral maupun dalam kerangka regional. Tiongkok juga menjadi salah satu mitra Indonesia dalam modernisasi sistem pertahanan," kata Dubes.

Dalam kunjungan ke Ibu Kota China itu, Prabowo didampingi beberapa pejabat Kemenhan, Komando Pertahanan Udara Nasional, Komando Operasi TNI Angkatan Udara 2, Komando Pusat Persenjataan Kavaleri TNI Angkatan Darat, Komando Pusat Persenjataan Artileri Medan TNI Angkatan Darat, Komando Pusat Persenjataan Artileri Pertahanan Udara TNI Angkatan Darat, Komando Armada 1 TNI Angkatan Laut, dan Komando Sekolah Staf TNI.

Sjafrie Sjamsoeddin dan Suryo Prabowo selaku penasihat Menhan turut pula dalam rombongan delegasi RI itu. ***2***(T.M038)
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2019


https://m.antaranews.com/berita/1209919/menhan-prabowo-lawatan-ke-china






Prabowo kunjungan kehormatan ke Wakil Ketua Komisi Militer China
Rabu, 18 Desember 2019 22:31 WIB

Prabowo-Waket-CMC.jpg

Beijing (ANTARA) - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengakhiri kunjungan kerjanya selama empat hari di Beijing dengan melakukan kunjungan kehormatan kepada Wakil Ketua Komisi Militer Pusat China (CMC) Jenderal Xu Qiliang.

Dalam pertemuan yang digelar di Markas Besar Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di Beijing, Rabu itu, Prabowo menyampaikan keinginannya untuk memperdalam hubungan persahabatan dengan China.

"Tentunya di bidang pertahanan dan militer, hal ini diwujudkan dengan penguatan dialog dan kerja sama kedua pihak serta dalam upaya menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan," kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun yang mendampingi Menhan Prabowo dalam pertemuan singkat tersebut.

Jenderal Xu Qiliang dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo, kemitraan strategis komprehensif antara Indonesia dan China telah berkembang sangat pesat.

Menurut orang kedua di CMC setelah Xi Jinping itu, kerja sama pertahanan dan militer merupakan bagian terpenting dari hubungan antarkedua negara tersebut.

Oleh karena itu, dia berharap kerja sama pragmatis antarkedua pihak terutama jika dikaitkan dengan peringatan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia-China pada 2020 mendatang makin meningkat.

Selain Dubes Djuhari, saat bertemu Wakil Ketua CMC itu Prabowo didampingi Atase Pertahanan Kedutaan Besar RI di Beijing Brigadir Jenderal TNI Kuat Budiman, Sjafrie Sjamsoeddin, dan Suryo Prabowo.

Sementara beberapa delegasi dari Kemhan dan Mabes TNI berkesempatan mengunjungi beberapa industri strategis China di Beijing sebagai upaya pendalaman dari pertemuan Prabowo Menteri Pertahanan Nasional China Jenderal Wei Fenghe dan Deputi Direktur Jenderal Lembaga Nasional untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Industri Pertahanan China (SASTIND) Xu Zhanbin pada Senin (16/12).

Setelah melakukan serangkaian kunjungan di Ibu Kota China itu, Menhan Prabowo langsung bertolak menuju ke Tokyo, Jepang. ***2***(T.M038)
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2019

https://m.antaranews.com/berita/121...ehormatan-ke-wakil-ketua-komisi-militer-china

Prabowo dan Menhan China bicarakan peningkatan kerja sama
Senin, 16 Desember 2019 21:56 WIB

Prabowo-Beijing-1_1.jpg

Beijing (ANTARA) - Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Nasional China Jenderal Wei Fenghe membicarakan peningkatan kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan kedua negara.

Di bawah dinginnya suhu udara Beijing yang diguyur hujan salju sejak Senin pagi itu, kedua Menhan tampak bersikap hangat dan bersahabat.

"Suasananya cair antardua rekan sejawat ini dalam membahas berbagai isu terkait pertahanan negara, kerja sama kedua angkatan bersenjata Indonesia dan Tiongkok, serta masalah stabilitas dan keamanan di kawasan," kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun yang turut serta dalam pertemuan di kawasan Deshengmen itu.

Bahkan Menhan Prabowo merasa yakin "counterpart"-nya itu bisa diajak memperluas area kerja sama di bidang pertahanan dan kemiliteran.

Kedatangan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI ke Ibu Kota China tersebut disambut upacara militer oleh Menhan Wei dan pasukan kawal kehormatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).

Prabowo sudah dua kali bertemu Jenderal Wei karena sebelumnya berjumpa dalam Pertemuan ke-6 Tingkat Menteri Pertahanan ASEAN Plus di Bangkok, Thailand, pada 18 November 2019.
Prabowo-Beijing-2.jpg

Delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto foto bersama delegasi China dalam pertemuan bilateral dengan Menhan Nasional China Jenderal Wei Fenge di Beijing, Senin (16/12). (ANTARA/HO-PLA/mii)

Industri Pertahanan
Dalam kunjungannya ke Beijing, Prabowo juga sempat melakukan dialog dengan Deputi Direktur Jenderal Lembaga Negara untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Industri Pertahanan Nasional (SASTIND) Xu Zhanbin.

Dalam pertemuan tersebut Xu didampingi perwakilan dari sejumlah BUMN industri strategis China, di antaranya China Precision Machinery Import-Export Corporation (CPMIEC), Norinco, dan China Electronics Technology Group Corporation (CETC) yang berkesempatan memaparkan pengalaman mereka di Indonesia dan negara-negara lain.

Menurut Dubes Djauhari, dialog dengan SASTIND membahas kemungkinan kerja sama industri pertahanan dengan China.

"Industri pertahanan Tiongkok telah terbukti dapat memenuhi hampir semua kebutuhan pertahanan negara ini," ujarnya.

Selain Dubes, dalam dua pertemuan tersebut Prabowo didampingi Atase Pertahanan Kedutaan Besar RI di Beijing Brigadir Jenderal TNI Kuat Budiman, Sjafrie Sjamsoeddin, dan Suryo Prabowo serta beberapa pejabat di lingkungan Kemenhan dan TNI.

Baca juga: Menhan Prabowo lawatan ke China
Baca juga: Menhan Prabowo apresiasi perkembangan positif Laut China Selatan

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
COPYRIGHT © ANTARA 2019


https://m.antaranews.com/berita/1211423/prabowo-dan-menhan-china-bicarakan-peningkatan-kerja-sama

Yang diajak jalan sama Prabowo ke China, Kohanudnas, Arhanud AD, Kavaleri AD, Armed, dari sini bisa kelihatan apa yang lg diincar ke China....
Surface to Air Missile system, APC/IFV, Rocket and Towed artillery?
 
Back
Top Bottom