Thai Navy only get Chinese 1980/1990 tech, not the current ones which even the Algerian got their frigates from China
Anggaran Pertahanan Terus Naik, tapi Modernisasi Alutsista Tersendat
Selama lebih kurang 10 tahun, kenaikan anggaran pertahanan di Indonesia masih belum sejalan dengan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Minimnya akuntabilitas penggunaan anggaran juga jadi perhatian.
OlehDHANANG DAVID ARITONANG
16 Desember 2019 20:38 WIB·6 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Pesawat Casa NC212-200 gabungan dari Skuadron Udara 600 Wing Udara 1 dan Skuadron Udara 800 Wing Udara 2 Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut terbang formasi (fly pass) dengan latar belakang parade kapal perang saat geladi bersih peringatan HUT TNI di Selat Sunda, Cilegon, Banten, Selasa (3/10/2017).
JAKARTA, KOMPAS — Selama lebih kurang 10 tahun, kenaikan anggaran pertahanan di Indonesia masih belum sejalan dengan modernisasi alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Selain itu, minimnya akuntabilitas penggunaan anggaran juga harus dibenahi oleh Kementerian Pertahanan.
Alih-alih untuk memodernisasi alutsista, kenaikan anggaran justru digunakan untuk pembentukan komponen cadangan yang berarti juga membuat masyarakat sipil untuk ikut wajib militer.
Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Shiskha Prabawaningtyas menjelaskan, selama hampir satu dekade ini terjadi peningkatan yang sangat signifikan untuk anggaran pertahanan. Pada 2010, jumlah anggaran untuk pertahanan sekitar Rp 40 triliun, jumlahnya terus merangkak naik hingga Rp 127 triliun untuk tahun 2020.
”Ada kecenderungan pemerintah lebih memprioritaskan anggaran untuk belanja pegawai dibandingkan dengan belanja modal untuk modernisasi alutsista. Sayangnya, peningkatan pos belanja pegawai tersebut tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan prajurit,” ucap Shiskha dalam diskusi bertajuk Evaluasi Satu Dekade Transformasi Pertahanan Indonesia, Senin (16/12/2019), di Jakarta.
KOMPAS/DHANANG DAVID ARITONANG
Diskusi bertajuk Evaluasi Satu Dekade Transformasi Pertahanan Indonesia, Senin (16/12/2019), di Jakarta.
Shiskha mengatakan, saat ini pemerintah malah fokus merestrukturisasi organisasi untuk mempersiapkan ruang jabatan bagi para perwira tinggi yang tidak memiliki pekerjaan. Menurut rencana, pemerintah akan mempersiapkan sekitar 800 jabatan bagi perwira berpangkat kolonel dan perwira tinggi.
Baca juga:
Menhan Prabowo Sebut Kontrak Pengadaan Alutsista dengan Luar Negeri Bermasalah
Direktur Imparsial Al Araf menuturkan, regulasi yang dibuat pemerintah juga seakan tidak sejalan dengan konsep modernisasi alutsista. Hal ini terlihat dari dibentuknya UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) yang bisa membuat masyarakat sipil untuk ikut wajib militer.
”Hal ini merupakan suatu kemunduran, di mana negara lain memperkuat sistem modernisasi alutsista, sedangkan di Indonesia anggaran tersebut malah digunakan untuk membentuk komponen cadangan dengan cara bergabung wajib militer,” ujarnya.
ANTARA/SENO
Prajurit Korps Marinir melakukan perebutan sasaran menggunakan tank dalam Latihan Kesenjataan Terpadu (Latsendu) 2018 di Pusat Latihan Pertempuran Korps Marinir di Karangtekok, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Minggu (26/8/2018). Latsendu dimaksudkan untuk mengasah kemampuan tempur Korps Marinir dengan berbagai macam alutsista.
Al Araf mengatakan, belum ada ancaman yang membuat Indonesia perlu membentuk komponen cadangan karena hubungan diplomasi yang cukup baik dengan negara tetangga. Ia pun mengatakan, sebaiknya anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan alutsista.
”Saat ini hanya 50 persen alutsista yang layak digunakan di Indonesia. Selain itu, selama ini publik juga sulit untuk mengakses transparansi anggaran untuk pengadaan alutsista di Indonesia,” katanya.
Belum ada ancaman yang membuat Indonesia perlu membentuk komponen cadangan karena hubungan diplomasi yang cukup baik dengan negara tetangga. Sebaiknya anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan alutsista.
Minimnya transparansi anggaran ini terlihat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan opini wajar dengan pengecualian kepada Kementerian Pertahanan pada 2014-2018. BPK mencatat sejumlah temuan dugaan pelanggaran dalam penyajian laporan keuangan, seperti ketidakakuratan pencatatan stok amunisi dan suku cadang yang berimplikasi pada selisih anggaran serta lemahnya sistem pengendalian internal dan pemanfaatan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) tanpa melalui prosedur baku.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Atraksi udara pesawat tempur Sukhoi dan F-16 TNI Angkatan Udara ikut memeriahkan perayaan HUT TNI AU di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo mengatakan, modernisasi alutsista ini sangat diperlukan karena sistem pertahanan di dunia saat ini sudah bergeser dengan konsep siber. Indonesia juga sebaiknya bisa meningkatkan produksi alutsista yang modern dengan anggaran yang sudah ada.
”Setiap perayaan HUT TNI pada 5 Oktober, sebagian alutsista yang dipamerkan merupakan produk dari luar negeri, seperti jet tempur. Seharusnya Indonesia bisa memproduksi alutsista yang modern,” katanya.
https://bebas.kompas.id/baca/utama/...us-naik-tapi-modernisasi-alutsista-tersendat/