What's new

Indonesia Defence Forum

Indonesia dan Amerika Diskusikan Integrated Logistics Support Review Pesawat F-16

27 April 2018



Pesawat F-16 TNI AU (photo : Sasan)

Pemerintah Indonesia Dan Amerika DiskusI ILSR (Integrated Logistics Support Review) Di Lanud Iswahjudi
Pemerintah Indonesia bersama pemerintah Amerika Serikat bekerjasama terkait logistik pesawat F-16 yang telah diserahkan ke pemerintah Indonesia 28 Februari 2018 silam, terkait hal tersebut perwakilan pemerintah Indonesia dalam hal ini TNI AU Kol Tek Iwan Agung (Kepala Proyek) dengan perwakilan US Government (Faith Turner) bersama 17 team, akan mengadakan diskusi Integrated Logistics Support Review (ILSR) selama tiga hari (25 s.d 27 April 2018) di Mess Mulyono Lanud Iswahjudi.

Kegiatan rapat ILSR merupakan kegiatan rapat yang dilaksanakan sebagai bagian dari Program (Grant) hibah F-16 C/D EDA (Excess Defense Articles) sesuai LOA ID-D-SAL antara pemerintah Amerika Serikat dengan Pemerintah Indonesia. Kontrak kerjasama Flexible Manufacturing System (FMS) yang tertuang di dalam LOA ID-D-SAL ini telah ditandantangani pada 17 Januari 2012 dan keseluruhan 24 pesawat F-16 C/D telah diterima di Lanud Iswahjudi yang terkirim melalui 7 kali proses Delivery.

Rapat yang dihadiri pejabat TNI AU, Kementerian Pertahanan, Lockheed Martin, Freight Forwarder dan pihak Program Office termasuk Line Manager, akan membahas hasil pelaksanaan program regenerasi F-16 C/D yang telah selesai melaksanakan keseluruhan delivery serta mengetahui update terakhir status permasalahan yang belum selesai, termasuk untuk mengetahui sisa funding program ID-D-SAL. Dengan harapan dapat segera diselesaikan proses migrasi ke sustainment case untuk mendukung pemeliharaan pesawat F-16 di masa mendatang.

Selanjutnya dalam rapat ILSR ke-4 yang direncanakan pada 25 April 2018 ini, juga akan membahas update program eMLU/Falcon Star yang in-progress melalui kehadiran perwakilan Lockheed Martin yang hadir guna mengetahui kendala terkait Shipment Mod Kit serta status GFE (Government Furnished Equipment) berupa Classified item.

(TNI)

USA ils for Indonesian F 16
 
Infanteri Korps Marinir Diperkuat Perangkat Komunikasi Harris Falcon III
indomiliter | 27/04/2018 | Berita Matra Laut, Berita Update Alutsista, Radio | No Comments
FacebookTwitterWhatsAppLineCopy LinkEmail

WhatsApp-Image-2018-04-27-at-2.07.39-PM.jpeg


Beragam perangkat elektronik canggih belakangan ini terus memperkuat arsenal Korps Marinir TNI AL, setelah kedatangan peranngkat Digital Direction Finding (DDF) 550 dan Ground Surveyland Radar System (GSRS) besutan Kelvin Hughes, Dinas Komunikasi dan Peperangan Elektronika (Diskomlek) Korps Marinir mendapat perkuatan berupa peralatan radio taktis jenis Harris Falcon III US Socpac.

Baca juga: Pelatihan DDF 550 Tuntas, Korps Marinir Kini Siap Laksanakan Perang Elektronika

Seperti dikutip dari siaran pers Dispen Korps Marinir (27/4/2018), disebutkan perangkat komunikasi tersebut merupakan hibah dari United States Marine Corps (USMC). Penyerahan hibah dilaksanakan di Ruang VIP Kantin Marijo’s di Markas Komando Korps Marinir, Kwitang, Jakarta Pusat. Dalam Acara Tersebut Wakil Kepala Staf angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Achmad Taufiqoerrochman menyampaikan , “Hibah radio komunikasi ini untuk meningkatkan kemampuan dan mengasah keterampilan prajurit, agar dapat mengawaki alat komunikasi Harris dengan baik.”

Berdasarkan penelusuran, Harris Falcon III merupakan perangkat komunikasi multiband networking handheld. Perangkat yang digadang untuk menunjang pergerakan unit infanteri ini punya keunggulan dapat beroperasi di kapabilitas narrowband dan wideband. Konfigurasi perangakat ini disiapkan untuk moda manpack dan karena dirancang untuk misi tempur, sistem radio ini dapat beroperasi di kondisi high noise environments.

Dengan teknologi Mobile Ad-Hoc Networking (MANET), sistem radio dapat mendukung komunikasi seamless dan simultan lebih dari 200 users. Dua channel dapat ditangani secara simultanm baik voice, video dan data. Untuk keamanan Harris Falcon III mengusung standar secure high-speed networking, jalur komunikasi via satelit (Satcom) pun dapat didukung dalam sistem ini.

rf-7850m-hh-multiband-networking-handheld-radio-2.jpg


Salah satu perangkat dalam sistem ini adalah RF-7850M-HH Multiband, disebut-sebut beroperasi di frekuensi 30 to 512 MHz, dan power yang dibutuhkan hanya 10 watt. Peran radio genggam ini diantanya untuk komunikasi long-range inter squad dan ground to air tactical communications. Yang disebut terakhir seperti perangkat yang biasa digunakan pada tim Pengendali Tempur (Dalpur)Paskhas.

Baca juga: Korps Marinir Lakukan Uji Fungsi Radar Kelvin Hughes SharpEye di Bukit Hambalang

“Bagi Korps Marinir hibah ini sangat luar biasa karena untuk menambah kemampuan di bidang komunikasi, sehingga dengan adanya alkom ini para komandan peleton di Batalyon-Batalyon Infanteri dapat memanfaatkan kemampuan komunikasi semaksimal mungkin,” ujar Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen TNI (Mar) Bambang Suswantono. (Lin)


US made harris radiocom for marines corps as a gift
 
April 27, 2018 14:51

Indonesia may buy more Su-35's - Rostec

ANTALYA (Turkey). April 27 (Interfax-AVN) - Indonesia may buy an additional set of Sukhoi Su-35 fighter jets from Russia, Rostec Director for International Cooperation and Regional Policy Viktor Kladov told Interfax on Friday.

"They make purchases according to the state's financial resources," Kladov said in response to Interfax's question as to whether Indonesia might buy five more Su-35 fighters.

http://www.interfax.com/newsinf.asp?id=828962
 
DSA 2018: DILLON AERO’S PROSPECTS IN ASIA PACIFIC


During DSA 2018, held in Kuala Lumpur this week, Randy Nance, Dillon Aero’s International Business Development Manager spoke to MONCh and provided an update on the company’s prospects in the Asia Pacific region for its 7.62mm M134D and Hybrid M134D-H miniguns. Mr Nance said that ever since the Malaysian Army purchased the Hybrid M134D-H, interest in the guns have picked up among South-East Asian nations in regard to mounting the guns on vehicles, boats and helicopters, with strong prospects in Thailand and Mr Nance added that he is also working on gaining sales in Indonesia.

One problem for the company though is the perception of the Dillon miniguns being the same as the legacy General Electric manufactured M134 minigun. “That’s one of my major challenges,” said Mr Nance. “Countries like the Republic of Korea, which previously used the GE guns in the past, which had various problems, think that our guns are the same and will have the same shortcomings”.

Mr Nance said that in relation to Malaysia, he is currently working on speaking with the Royal Malaysian Air Force in regard to having the Hybrid M134D-H on their H225M helicopters in the door gunner position. He also stated he was looking forward to Malaysia’s MD530G light attack helicopters arriving sometime this year as these have the Hybrid M134D-H among their weapon systems and will further highlight the weapons to regional countries considering armament options for their helicopters.

Currently the Malaysian Army fields the Hybrid M134D-H on three different platforms, on a rooftop turret on the AV4 Lipanbara MRAP, in the door gunner position on the AW109 helicopters and on a rooftop mount on some of its fleet of GK-M1 4x4 tactical vehicles. The Hybrid M134D-H will be mounted on some of the 4x4 Condor APC fleet should the upgrade programme for the CONDOR be carried out.

http://www.monch.com/mpg/news/land/3220-dsadillonaero.html
 
Indonesia Gets a New Submarine From South Korea
Jakarta took a step towards getting another South Korean-built submarine, putting the spotlight once again on its capabilities.

By Prashanth Parameswaran
April 28, 2018


On April 25, Indonesia officially received the second of its three submarines that it had ordered from South Korea in a delivery ceremony. The development once again put the spotlight on both the Southeast Asian state’s capabilities as well as its relationship with Seoul in the defense realm.

As I have noted before, though Indonesia once operated one of the more capable submarine forces in Asia, with 12 Whiskey-class submarines purchases from the Soviet Union back in the 1960s and ’70s, today it is woefully underequipped, with just two German-built Type 209 submarines along with three South Korean submarines initially ordered back in 2012. Even with those three South Korean submarines, with the Type 209s expected to be decommissioned soon, Indonesia would still be well short of the 12 submarines Indonesian defense officials have said the country needs to police its waters.

Though several other orders have been mulled, the focus has continued to be on progress related to the South Korean submarines, both in terms of the capability itself as well as its broader implications for the Indonesia-South Korea defense relationship, which was elevated to a special strategic partnership last November during South Korean President Moon Jae-in’s visit to Indonesia (See: “What’s Next for Indonesia-South Korea Defense Ties?”). One of the three submarines was received from South Korea last year, another was set for delivery this year, and the remaining one was set to be constructed in Indonesia.

Earlier this month, Indonesia’s South Korea-built submarines had been in the headlines once again when Indonesia’s military chief Hadi Tjahjanto led a delegation to visit the Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) shipyard in South Korea where submarine work had been ongoing. During his visit, it was confirmed that the second South Korean-built submarine would be coming to Indonesia soon, with the submarine, which will be in the service as KRI Ardadedali with pennant number 404 after commissioning, beginning its journey from South Korea back home to Indonesia in late April (See: “What’s Next for Indonesia’s Submarine Fleet?”).

On April 25, Indonesia officially received its second submarine, with a delivery ceremony that was held at the DSME facility in Okpo, featuring Indonesian Defense Minister Ryamizard Ryacudu and other top Indonesian defense officials. Indonesian media outlets said the submarine was expected to arrive at the Indonesian naval base in Surabaya within two or three weeks of its departure from South Korea.

Ryacudu hailed the progress not only in terms of the delivery of the submarine itself and the strengthening of Indonesia’s capabilities, but the expertise and technological know how that Indonesia was gradually receiving, which will eventually enable it to make its own submarines. Though that end goal has certainly been one that Jakarta has been pushing in line with building its own defense industry, there are challenges to actually achieving that in reality. This includes not just building vessels, but also operating and maintaining them in the optimal way – something which Ryacudu himself touched on in his remarks as well.

https://thediplomat.com/2018/04/indonesia-gets-a-new-submarine-from-south-korea/

.
 
The Republic of Singapore Navy's Maritime Security Task Force and the Indonesian Navy's Western Fleet Sea Security Group, GUSKAMLABAR, worked together to foil a 'terrorist attack' against commercial ships in the Singapore Strait. This was a first since its inception in 1974 in the Eagle Indopura series of combined exercises and underscores the close and long-standing defence relations between Singapore and Indonesia.
 
https://international.sindonews.com...-sanksi-as-karena-beli-su-35-rusia-1524897283

https://international.sindonews.com...nksi-as-karena-beli-su-35-rusia-1524897283/13

Mattis Ingin Indonesia Tak Kena Sanksi AS karena Beli Su-35 Rusia
Muhaimin
Sabtu 28 April 2018 - 13:34 WIB
Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Norman Mattis (kanan) menyambut kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi di Pentagon, Senin (26/3/2018) waktu Washington. Foto/Navy Petty Officer 1st Class Kathryn E. Holm
WASHINGTON - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Norman Mattis berupaya membebaskan negara-negara mitra seperti Indonesia, India dan Turki dari sanksi Washington karena membeli peralatan tempur Rusia. Indonesia diketahui membeli 11 unit pesawat jet tempur Su-35 Moskow.
Kepala Pentagon tersebut memperdebatkan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) pada sidang Komite Angkatan Bersenjata Senat AS pada hari Kamis waktu Washington.
CAATSA adalah undang-undang yang jadi dasar bagi Washington menjatuhkan sanksi pada semua negara yang melakukan binis pertahanan dengan sebuah negara yang telah dijatuhi sanksi AS, dalam hal ini Rusia atas berbagai tuduhan, termasuk mencaplok Crimea dari Ukraina pada 2014.
Turki telah diancam dijatuhi sanksi karena membeli sistem pertahanan udara S-400 Moskow. Sedangkan India sedang dalam taraf negosiasi harga untuk pembelian S-400.
Menhan Mattis mengatakan perlu ada pengecualian dalam penerapan CAATSA menyangkut kepentingan jangka panjang Amerika.
"Ada negara-negara di dunia yang mencoba untuk berpaling dari senjata dan sistem yang sebelumnya bersumber dari Rusia," katanya.
Negara-negara yang sama, katanya, saat ini perlu menjaga jalur pasokan Moskow terbuka untuk mengisi kembali sistem warisan mereka.
"Kita hanya perlu melihat India, Vietnam dan beberapa orang lain untuk mengakui bahwa pada akhirnya kita akan menghukum diri kita sendiri di masa depan dengan kepatuhan yang ketat kepada CAATSA," kata Mattis.
Dia lantas menunjuk Indonesia, yang telah menjadi semakin penting bagi strategi pemerintahan Trump di wilayah Asia Tenggara.
"Indonesia, misalnya, berada dalam situasi yang sama mencoba beralih ke lebih banyak pesawat kami, sistem kami, tetapi mereka harus melakukan sesuatu untuk mempertahankan warisan militer mereka," ujar Mattis, seperti dikutip Military, Sabtu (28/4/2018).
Baca: Beli 11 Jet Tempur Su-35 Rusia, Indonesia Terancam Sanksi AS
CAATSA disahkan oleh Kongres tahun lalu untuk menghukum Rusia atas invasinya ke Crimea, dukungan separatis di Ukraina, dan keterlibatannya di Suriah. Presiden Donald Trump tak setuju dengan hukuman itu, sehingga dia enggan menandatangani rancangan undang-undang tersebut pada Agustus lalu. Namun, kekuatan Kongres memaksa Trump menekennya.
Mattis meminta Kongres untuk memasukkan "pengecualian keamanan nasional" dalam National Defense Authorization Act (UU Otorisasi Pertahanan Nasional) untuk fiskal 2019. Namun, bagaimanapun dia mengakui bahwa penjualan sistem S-400 Rusia menyebabkan banyak kekhawatiran.
Sistem rudal pertahanan S-400 membuat negara-negara NATO merasa ngeri karena sistem itu bisa menjadi pembunuh jet tempur generasi kelima F-35.
Pekan lalu, Asisten Menteri Luar Negeri AS Wess Mitchell mengatakan kepada Komite Urusan Luar Negeri Senat AS bahwa Turki mempertaruhkan sanksi berdasarkan CAATSA. Menurutnya, Ankara juga berpotensi diputus dari pembelian F-35 Joint Strike Fighter produksi Lockheed Martin.
(mas)

CAATSA and implication toward Indonesia and US arms deal
 
https://international.sindonews.com...-sanksi-as-karena-beli-su-35-rusia-1524897283

https://international.sindonews.com...nksi-as-karena-beli-su-35-rusia-1524897283/13

Mattis Ingin Indonesia Tak Kena Sanksi AS karena Beli Su-35 Rusia
Muhaimin
Sabtu 28 April 2018 - 13:34 WIB
Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Norman Mattis (kanan) menyambut kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi di Pentagon, Senin (26/3/2018) waktu Washington. Foto/Navy Petty Officer 1st Class Kathryn E. Holm
WASHINGTON - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Norman Mattis berupaya membebaskan negara-negara mitra seperti Indonesia, India dan Turki dari sanksi Washington karena membeli peralatan tempur Rusia. Indonesia diketahui membeli 11 unit pesawat jet tempur Su-35 Moskow.
Kepala Pentagon tersebut memperdebatkan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) pada sidang Komite Angkatan Bersenjata Senat AS pada hari Kamis waktu Washington.
CAATSA adalah undang-undang yang jadi dasar bagi Washington menjatuhkan sanksi pada semua negara yang melakukan binis pertahanan dengan sebuah negara yang telah dijatuhi sanksi AS, dalam hal ini Rusia atas berbagai tuduhan, termasuk mencaplok Crimea dari Ukraina pada 2014.
Turki telah diancam dijatuhi sanksi karena membeli sistem pertahanan udara S-400 Moskow. Sedangkan India sedang dalam taraf negosiasi harga untuk pembelian S-400.
Menhan Mattis mengatakan perlu ada pengecualian dalam penerapan CAATSA menyangkut kepentingan jangka panjang Amerika.
"Ada negara-negara di dunia yang mencoba untuk berpaling dari senjata dan sistem yang sebelumnya bersumber dari Rusia," katanya.
Negara-negara yang sama, katanya, saat ini perlu menjaga jalur pasokan Moskow terbuka untuk mengisi kembali sistem warisan mereka.
"Kita hanya perlu melihat India, Vietnam dan beberapa orang lain untuk mengakui bahwa pada akhirnya kita akan menghukum diri kita sendiri di masa depan dengan kepatuhan yang ketat kepada CAATSA," kata Mattis.
Dia lantas menunjuk Indonesia, yang telah menjadi semakin penting bagi strategi pemerintahan Trump di wilayah Asia Tenggara.
"Indonesia, misalnya, berada dalam situasi yang sama mencoba beralih ke lebih banyak pesawat kami, sistem kami, tetapi mereka harus melakukan sesuatu untuk mempertahankan warisan militer mereka," ujar Mattis, seperti dikutip Military, Sabtu (28/4/2018).
Baca: Beli 11 Jet Tempur Su-35 Rusia, Indonesia Terancam Sanksi AS
CAATSA disahkan oleh Kongres tahun lalu untuk menghukum Rusia atas invasinya ke Crimea, dukungan separatis di Ukraina, dan keterlibatannya di Suriah. Presiden Donald Trump tak setuju dengan hukuman itu, sehingga dia enggan menandatangani rancangan undang-undang tersebut pada Agustus lalu. Namun, kekuatan Kongres memaksa Trump menekennya.
Mattis meminta Kongres untuk memasukkan "pengecualian keamanan nasional" dalam National Defense Authorization Act (UU Otorisasi Pertahanan Nasional) untuk fiskal 2019. Namun, bagaimanapun dia mengakui bahwa penjualan sistem S-400 Rusia menyebabkan banyak kekhawatiran.
Sistem rudal pertahanan S-400 membuat negara-negara NATO merasa ngeri karena sistem itu bisa menjadi pembunuh jet tempur generasi kelima F-35.
Pekan lalu, Asisten Menteri Luar Negeri AS Wess Mitchell mengatakan kepada Komite Urusan Luar Negeri Senat AS bahwa Turki mempertaruhkan sanksi berdasarkan CAATSA. Menurutnya, Ankara juga berpotensi diputus dari pembelian F-35 Joint Strike Fighter produksi Lockheed Martin.
(mas)

CAATSA and implication toward Indonesia and US arms deal

The solution is very simple ... buy more aircrafts from USA by cash and give them "bonus" to build and/or fully access for their military assets .....
 
The solution is very simple ... buy more aircrafts from USA by cash and give them "bonus" to build and/or fully access for their military assets .....
I dont know actually, It would be many technical terms would involve, many can't truely understand wheather is it necessary or not, but theorically is it possible and its already done not only US but all weapons manufactur the get acces to their product in terms of after sales, or another tech term. Altough some would limited their access, batle management nowadays are linked betwen network such us software for GPS, and so on, so almost impposible for nonbuilder to crack the code for some weapons without caught by the original developer, coz many weapons system is closed end to end for secrecy, only some mechanical code can be modified. So in terms of accesibility they must be know anything in weapons "blackbox" history like windows software with license to upgrade and upload download their user history, like ip address for all weapons, almost impposible we all not knowing that. This act merell just for market protection I would say. Since US system is not dominat again in their old market country, since 2000 or maybe since the end of cold war many system with end to end software became obsolite and open architecture and open software became market player, integrated many sourch weapons system in to one network batle. So may be is just consolidation in US weapons manufactur weather how the deal with growing market and competitor such us China or Russia, but they as they did in the past used to show their political deter to a region like they past history of political 'domain theory' CMIIW
 
https://international.sindonews.com...-sanksi-as-karena-beli-su-35-rusia-1524897283

https://international.sindonews.com...nksi-as-karena-beli-su-35-rusia-1524897283/13

Mattis Ingin Indonesia Tak Kena Sanksi AS karena Beli Su-35 Rusia
Muhaimin
Sabtu 28 April 2018 - 13:34 WIB
Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Norman Mattis (kanan) menyambut kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi di Pentagon, Senin (26/3/2018) waktu Washington. Foto/Navy Petty Officer 1st Class Kathryn E. Holm
WASHINGTON - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) James Norman Mattis berupaya membebaskan negara-negara mitra seperti Indonesia, India dan Turki dari sanksi Washington karena membeli peralatan tempur Rusia. Indonesia diketahui membeli 11 unit pesawat jet tempur Su-35 Moskow.
Kepala Pentagon tersebut memperdebatkan Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) pada sidang Komite Angkatan Bersenjata Senat AS pada hari Kamis waktu Washington.
CAATSA adalah undang-undang yang jadi dasar bagi Washington menjatuhkan sanksi pada semua negara yang melakukan binis pertahanan dengan sebuah negara yang telah dijatuhi sanksi AS, dalam hal ini Rusia atas berbagai tuduhan, termasuk mencaplok Crimea dari Ukraina pada 2014.
Turki telah diancam dijatuhi sanksi karena membeli sistem pertahanan udara S-400 Moskow. Sedangkan India sedang dalam taraf negosiasi harga untuk pembelian S-400.
Menhan Mattis mengatakan perlu ada pengecualian dalam penerapan CAATSA menyangkut kepentingan jangka panjang Amerika.
"Ada negara-negara di dunia yang mencoba untuk berpaling dari senjata dan sistem yang sebelumnya bersumber dari Rusia," katanya.
Negara-negara yang sama, katanya, saat ini perlu menjaga jalur pasokan Moskow terbuka untuk mengisi kembali sistem warisan mereka.
"Kita hanya perlu melihat India, Vietnam dan beberapa orang lain untuk mengakui bahwa pada akhirnya kita akan menghukum diri kita sendiri di masa depan dengan kepatuhan yang ketat kepada CAATSA," kata Mattis.
Dia lantas menunjuk Indonesia, yang telah menjadi semakin penting bagi strategi pemerintahan Trump di wilayah Asia Tenggara.
"Indonesia, misalnya, berada dalam situasi yang sama mencoba beralih ke lebih banyak pesawat kami, sistem kami, tetapi mereka harus melakukan sesuatu untuk mempertahankan warisan militer mereka," ujar Mattis, seperti dikutip Military, Sabtu (28/4/2018).
Baca: Beli 11 Jet Tempur Su-35 Rusia, Indonesia Terancam Sanksi AS
CAATSA disahkan oleh Kongres tahun lalu untuk menghukum Rusia atas invasinya ke Crimea, dukungan separatis di Ukraina, dan keterlibatannya di Suriah. Presiden Donald Trump tak setuju dengan hukuman itu, sehingga dia enggan menandatangani rancangan undang-undang tersebut pada Agustus lalu. Namun, kekuatan Kongres memaksa Trump menekennya.
Mattis meminta Kongres untuk memasukkan "pengecualian keamanan nasional" dalam National Defense Authorization Act (UU Otorisasi Pertahanan Nasional) untuk fiskal 2019. Namun, bagaimanapun dia mengakui bahwa penjualan sistem S-400 Rusia menyebabkan banyak kekhawatiran.
Sistem rudal pertahanan S-400 membuat negara-negara NATO merasa ngeri karena sistem itu bisa menjadi pembunuh jet tempur generasi kelima F-35.
Pekan lalu, Asisten Menteri Luar Negeri AS Wess Mitchell mengatakan kepada Komite Urusan Luar Negeri Senat AS bahwa Turki mempertaruhkan sanksi berdasarkan CAATSA. Menurutnya, Ankara juga berpotensi diputus dari pembelian F-35 Joint Strike Fighter produksi Lockheed Martin.
(mas)

CAATSA and implication toward Indonesia and US arms deal

Sik asiiiik ngancam orang, ehh galau sendiri sekarang :omghaha:
 
The solution is very simple ... buy more aircrafts from USA by cash and give them "bonus" to build and/or fully access for their military assets .....
Why!!?? And what for, is that the malaysian govt do to keep them save from china, by whoring to USA bwahahahahaha..... Listen boy, we indonesia aren't like you, we are too big to be ignored, the US need indonesia, we don't need them like they do need us wkekekwkwk
 
Back
Top Bottom