Demonstrasi AMX di Jakarta
Pesawat tempur AMX berusaha merebut hati petinggi militer di Indonesia lewat demonstrasi terbang yang berlangsung pada tanggal 22-23 November 1990 di Jakarta.
Pada tahun 1978 Dua pabrik pesawat asal Italia, Aeritalia ( insial “A”) dan Aeronautica Macchi (inisial “M”) bekerja sama untuk membuat pesawat tempur dengan kemampuan primer serang darat sebagai respon terhadap kebutuhan angkatan udara Italia untuk mencari pengganti Aeritalia G-91.
Untuk membangun pesawat tempur butuh modal besar dan beresiko tinggi, untuk itulah dicari partner kerja dan investor ketiga dari negara lain yaitu negara “X”. Brasil lewat perusahaan Embraer tertarik sehingga terbentuklah AMX International.
Dua unit AMX untuk demonstrasi di Jakarta dikirim dengan pesawat kargo Boeing 747 Martin Air. Dengan bantuan crane diturunkan dari pesawat dan dan kemudian dirakit di hanggar Skatek 021.
Berkat meredanya Perang Dingin, banyak negara mulai mengalihkan anggaran militernya untuk keamanan dalam negeri sehingga membuat pasar pesawat tempur kecil berkecepatan subsonik (sehingga dari sisi operasional lebih murah daripada pesawat tempur supersonik), dapat dioperasikan di lapangan terbang sederhana di garis depan, dan berkemampuan serba guna (serang darat dan maritim dengan tugas sekunder pertahanan udara) ini sangat potensial. Ditambah lagi pemainnya tidak banyak, saingan kuat dari AMX adalah British Aerospace Hawk 100/200 yang diambil desainnya dari pesawat latih jet Hawk yang sudah lebih dulu populer.
Di benua Amerika, AMX Internasional mengincar negara tetangga Brasil yaitu Chilie dan Peru. Sedangkan di Asia, pasar Asia Tenggara sangat menjanjikan karena sedang bersiap memodernisasi armada pesawat tempur taktisnya. Filipina masuk kotak karena lebih memilih mengandalkan pangkalan militer Amerika Serikat. Sedangkan Singapura walaupun kaya telah memutuskan meningkatkan kemampuan Douglas A-4 Skyhawk-nya menjadi Super Skyhawk. Sehingga ada tiga negara tersisa di Asia Tenggara yang dianggap potensial, Malaysia, Thailand, dan Indonesia.
Di Indonesia, dua unit AMX melaksanakan demonstrasi, satu unit versi tempur, lainnya versi pesawat latih. Diangkut dengan pesawat kargo Boeing 747 Martin Air, kedua pesawat ini dirakit di Bandara Halim Perdanakusuma oleh teknisi AMX di hanggar Skatek (Skadron Teknik) 21.
Seperti biasa di setiap demonstrasi terbang, pihak AMX meminta pilot tempur berpengalaman dari TNI-AU (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara) untuk ikut serta, merasakan keunggulan pesawat ini, sekaligus memberikan masukan yang berharga. Kedua pesawat lepas landas dari Halim Perdanakusuma dan melaksanakan demonstrasi terbang di atas Laut Jawa, tepatnya di atas Pulau Krakatau.
Ada dua tipe AMX untuk demonstrasi di Jakarta, versi kursi tunggal AMX dan versi kursi ganda/latih AMX (T).
Tidak tanggung-tanggung, ada tiga pilot dengan pengalaman di pesawat tempur berbeda yang merasakan AMX, yaitu Letda (Letnan Dua) Fachri Adamy pilot Northrop F-5E/F Tiger II, Letda Jatmiko penerbang Skyhawk dari Skuadron 11, dan Letnan Kolonel (Letkol) Wresniwiro pilot Rockwell OV-10 Bronco. Dikutip dari Majalah Angkasa No. 3 Desember 1980, ketiga pilot memberikan respon positif khususnya pada tampilan kokpit yang lebih modern, kelincahan manuver, dan performanya saat lepas landas dan mendarat.
TNI-AU memang bersiap melakukan modernisasi dengan membeli pesawat tempur taktis sebagai pendamping General Dynamics F-16A/B Fighting Falcon yang baru saja dimiliki. Pilihannya hanya dua, AMX atau Hawk 100/200. Dibandingkan dengan Hawk 100/200, AMX sebenarnya jauh lebih unggul, sistemnya bahkan dibuat berlebihan, selain
fly by wire, dipasang pula sistem konvensional hidrolik dan manual. Dapat membawa senjata lebih berat dengan kanon sudah dipasang integral dengan pesawat.
Tapi kekurangan fatalnya adalah mesin AMX yaitu Rolls Royce Spey Mk 807 produksi lisensi Italia ini boros bahan bakar, pemeliharaan lebih kompleks karena teknologinya tergolong dari era 1950-an, dan umur mesin sekitar 1.000 jam. Beda dengan Rolls Royce Mk 871 yang dipakai Hawk 100/200, lebih modern dan umur lebih panjang sampai 1.200 jam.
Di atas kertas, AMX sulit bersaing di Indonesia. Nama Hawk sudah terlanjur lekat lewat Hawk Mk.53 yang digunakan sebagai pesawat latih jet sejak tahun 1980. Pertimbangan konversinya jauh lebih mudah dari Hawk versi latih ke Hawk versi tempur. Walaupun demikian promosi gencar tetap dilakukan, selain demonstrasi terbang ini, AMX juga diiklankan hampir setiap bulan pada majalah dirgantara satu-satunya di Indonesia ini.
Letda Fachri “Taurus” Adamy, pilot Tiger dari Skadron 14 TNI-AU mencoba terbang di AMX (T) dan memuji performanya saat lepas landas dan mendarat yang hanya butuh landasan pacu pendek.
Walaupun sudah berusaha sekuat tenaga, AMX kalah. Hawk 100/200 yang tergolong biasa saja promosinya resmi terpilih menjadi pesawat taktis baru milik TNI-AU pada tahun 1996. Setali tiga uang, Malaysia menolak AMX dengan memilih Hawk 200. Harapan terakhir adalah Thailand yang akhirnya tidak mencetak penjualan juga.
Karena tidak laku di mana-mana, usaha terakhir adalah memodernisasinya menjadi AMX
Advanced Trainer Attack. Venezuela tertarik namun karena sistemnya menggunakan buatan Amerika Serikat, justru diveto oleh legislatif Amerika Serikat yang tidak menyukai pemerintahan Venezuela. Pesawat yang dijuluki
Skyhawk of The 80’s dan
Mini Tornado (karena desainnya terpengaruh dari Panavia Tornado) ini akhirnya hanya laku di dua negara pembuatnya, Italia dan Brasil sekaligus menjadikannya pesawat tempur yang walaupun tergolong bagus, namun gagal dalam penjualan dan tidak populer.
(Aviahistoria.com, Sejarah Penerbangan Indonesia)
Well this a sad part, after we chose Hawk they embargoed us and left the Aircraft un middle of delivery process as it is. If only we Knowing that beforehand we might chose this Amx....