What's new

Indonesia Defence Forum

. .
Which neighbour?

Which neighbor?
Australia, they can buy dozen of that.
@ $35.5 billion (multi year).

Us :
Gah.gif
 
Last edited:
. . .

Australia, they can buy dozen of that.
@ $35.5 billion (multi year).

Us :
View attachment 595410

We even cant utilize our budget to the best use, instead mindef in the past held many useless program like bela negara, increasing in non job post for officers, expanding territorial commands and even forgot to put budget for satellite and rnd for KFX.

With that kind of mentality dont expect Indonesia to put forward for better alocation use even when we got 100 billion us dollar budget
 
.
With that kind of mentality dont expect Indonesia to put forward for better alocation use even when we got 100 billion us dollar budget
With $100 billion I can see the possibility of acquiring such assets (shortfin barracuda).
 
.
With $100 billion I can see the possibility of acquiring such assets (shortfin barracuda).

If we got 100 billion us dollar budget You better put that money on more strategic platform like Boomer or carrier battle group instead teri like shortfin baracuda
 
.
piper archer dx

The Archer DX is Piper’s newest generation of aircraft for today’s pilot. Unparalleled fuel efficiency and superior operating economics offer the freedom of flight with less expenditure. A Centurion 2.0S diesel engine and advanced Garmin avionics suite ensure reliability in this contemporary aircraft.

With 15% less acquisition costs*, the Archer DX offers a compelling argument in the current economy. Piper continues to evolve to meet the modern pilot’s needs, while promoting the most fundamental legacy and maintaining the original intent: A passion for flying.

View attachment 595170 View attachment 595171 View attachment 595172




Hardly worthy to mention, this aircraft is only around 400,000-420,000 US dollar per piece with total procurement should not more than 3,000,000 US dollar. This lyoming diesel engine powered aircraft with power output around 180 hp is very cheap

IMO this is HAZARDOUS procurement. There is very good reason why aviation switch to turbine engine rather than internal combustion. Moreover training students in internal combustion (more so diesel) is putting a bad flight instinct. The way I see it this is just another "Penyerapan CPO (Palm Oil)" that went awry overboard :hitwall:

Because type 212 is really a "special" sub , german didn't sell it either , there's also another one , the israeli dolphin was also based on 212 , DSME is more likely to offer their changbogo 2 alias DSME 2000 .
Screenshot_2019-10-30-08-20-47-75-678x381.png



TNI also should look to the Type 216 that failed on australian submarine tender .
Type_216_U-216_HDW_TKMS_ssk_submarine_006.jpg

216%2Band%2B212A%2BDr%2BJohn%2BWhite%2Bof%2BTKMS%2B%25281%2529.jpg

Type 212 and 216 aren't for export. The export variant are 214 and 218, or any other derivatives that is tailored per customer specification request.

Duite sopo?

Duit Yen ¥ mas (Yen onok duit'e)

With $100 billion I can see the possibility of acquiring such assets (shortfin barracuda).

The RAN shortfin barracuda is just nomenclature similarity. The boat it self is entirely new design which is why they are expensive. You can't just getting rid of the reactor and replace it with diesel, it doesn't work that way.

Type 214 with Lithium-ion battery have larger energy density than fuel cell or Stirling. however the technology is currently still new. Moreover there are several type of lithium-ion battery for submarine use and it will require additional research to determine which type is more appropriate for TNI-AL requirement.
 
.
IMO this is HAZARDOUS procurement. There is very good reason why aviation switch to turbine engine rather than internal combustion. Moreover training students in internal combustion (more so diesel) is putting a bad flight instinct. The way I see it this is just another "Penyerapan CPO (Palm Oil)" that went awry overboard :hitwall:



Type 212 and 216 aren't for export. The export variant are 214 and 218, or any other derivatives that is tailored per customer specification request.



Duit Yen ¥ mas (Yen onok duit'e)



The RAN shortfin barracuda is just nomenclature similarity. The boat it self is entirely new design which is why they are expensive. You can't just getting rid of the reactor and replace it with diesel, it doesn't work that way.

Type 214 with Lithium-ion battery have larger energy density than fuel cell or Stirling. however the technology is currently still new. Moreover there are several type of lithium-ion battery for submarine use and it will require additional research to determine which type is more appropriate for TNI-AL requirement.
They like sub that have long endurance, just like the collins.
I wonder if TNI AL interested with sub that equipped with VLS, imo they should get sub with land attack capabilities,also able to operate in shallow and deep water, the shortfin itself i think its more for open and deep sea such as indian ocean.
 
Last edited:
.
Ekspor Senjata Indonesia Membukukan Pertumbuhan Signifikan

26 Desember 2019



Kinerja ekspor industri pertahanan Indonesia (graphic : Akurat)

Menhan Gencar Promosi Senjata Made in RI, Prospeknya Cerah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tengah gencar memasarkan produk persenjataan Indonesia ke berbagai negara. Negara-negara Asia hingga Afrika menjadi target ekspor senjata made in Indonesia.

Contoh, beberapa waktu lalu Prabowo menerima kunjungan kehormatan Menhan Ghana Dominic BA Nitiwul. Kunjungan itu dilakukan untuk mempererat hubungan bilateral kedua negara, lebih khusus lagi dalam rangka penjajakan kerja sama di bidang pertahanan.

"Indonesia terbuka terhadap semua hal positif yang memungkinkan adanya kerja sama saling menguntungkan dengan sahabat mana pun, termasuk dengan Ghana. Salah satu potensi yang dapat dikerjasa makan antara Indonesia dan Ghana adalah dalam hal produk-produk industri pertahanan," kata Kapuskom Publik Kemhan Brigjen Totok Sugiarto.

Dalam pertemuan itu, Prabowo menyampaikan kepada Menhan Ghana terkait kemampuan yang dimiliki Industri pertahanan Indonesia. Poin yang dibicarakan Prabowo di antaranya kemampuan PT Pindad, PT PAL Indonesia, PT DI, dan PT LEN Industri.




"Indonesia memandang negara-negara kawasan Afrika Barat termasuk Ghana sebagai negara penting dan dapat menjadi mitra bagi kerja sama produk-produk industri pertahanan Indonesia dan juga kerja sama pertahanan strategis lainnya," kata Prabowo.

Kemarin, Prabowo menerima kunjungan Menteri Pertahanan Laos Jenderal Chansamone Chanyalath. Prabowo juga konsisten menawarkan dan memperkenalkan produksi-produksi senjata Indonesia khususnya yang di produksi oleh PT Pindad. Republik Laos yang tidak memiliki angkatan laut tertarik dengan industri senjata Indonesia.

Ekspor Senjata dan Amunisi Tumbuh Pesat

Alat-alat persenjataan adalah produk industri manufaktur yang punya potensi cerah di pasar ekspor. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor senjata membukukan pertumbuhan signifikan.

Pada Januari-September 2019, BPS mencatat ekspor senjata dan amunisi Indonesia bernilai US$ 479.500. Memang sangat kecil dibandingkan total ekspor yang mencapai US$ 124,17 miliar, tetapi ekspor senjata dan amunisi tumbuh 500,26% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.




Pada sembilan bulan pertama 2019, negara tujuan ekspor utama senjata dan amunisi Indonesia adalah Afrika Selatan. Nilainya tercatat US$ 284.832, melonjak 9.319,05% dibandingkan periode yang sama pada 2018.

Negara tujuan ekspor terbesar adalah Belgia. Negara pembuat senjata api merek FN ini mengimpor senjata dan amunisi dari Indonesia senilai US$ 111.889 pada Januari-September 2019. Naik 110,43% secara year-on-year (YoY).

Kemudian ada nama Jepang sebagai negara tujuan ekspor ketiga terbesar. Negeri Matahari Terbit mendatangkan senjata dan amunisi dari Indonesia senilai US$ 43.253.

Negara-negara ASEAN Minati Kendaraan Tempur Buatan RI

Itu dari sisi senjata dan amunisi. Ternyata Indonesia juga mengekspor kendaraan tempur dan bagiannya ke berbagai negara. Nilai ekspor produk ini adalah US$ 1,07 miliar selama Januari-September 2019, atau naik 37,88% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jauh lebih tinggi ketimbang senjata dan amunisi, karena harganya memang lebih mahal.




Ke mana Indonesia mengekspor kendaraan tempur dan bagiannya? Ternyata Filipina menjadi negara yang paling berminat terhadap produk-produk tersebut.

Sepanjang Januari-September 2019, ekspor kendaraan tempur dan bagiannya ke negara tetangga sebelah utara Indonesia itu bernilai US$ 495,97 juta. Naik 37,02% dibandingkan periode yang sama pada 2018.

Di posisi kedua ada sesama negara Asia Tenggara, yakni Vietnam. Negeri Paman Ho mengimpor kendaraan tempur dan bagiannya senilai US$ 234,79 juta pada sembilan pertama 2019. Angka ini naik 88,07% dibandingkan Januari-September 2018.

Lagi-lagi dari Asia Tenggara, Thailand menduduki peringkat ketiga negara tujuan ekspor utama kendaraan tempur dan bagiannya. Pada Januari-September 2019, ekspor kendaraan tempur dan bagiannya ke Negeri Gajah Putih bernilai US$ 100,36 juta.
(CNBC)
 
.
Puluhan Kapal Asing Tebar Pukat Gandeng di Perairan Natuna
kn5bzcagun3hdfby5wj9.jpg

Penampakan kapal asing dalam video unggahan Dedek. Foto : Istimewa
Puluhan kapal asing diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Natuna beberapa waktu lalu.

Kabar ini pertama kali diunggah beserta video oleh pemilik akun Dedek di media sosial, yang diketahui berasal dari salah satu nelayannya yang sedang melewati perairan tersebut

"Nelayan saya yang ambil video," ujar pemilik akun, Dedek Ardiansyah saat dihubungi kepripedia, Rabu (25/12).

Dedek yang merupakan warga Kecamatan Pulau Tiga Barat, Natuna ini memastikan jika dalam video tersebut adalah kapal asing. Ia pun mengaku kerap melaporkan kondisi laut ke Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam.

"Video itu diambil 23 Desember, tapi kita sadari sejak 17 Desember sampai kemari (24/12) masih beraktifitas," ujar Dedek.

Ia menyebutkan, jika kapal asing tersebut diperkirakan sedikitnya terdiri 20 pasang kapal. Beraktifitas sebagai kapal pukat gandeng (2 kapal 1 jaring).

Diketahui pukat seperti ini dilarang di Indonesia karena dapat merusak karang. Selain itu semua jenis ikan ikut terjaring, termasuk anak ikan.

"Sekitar 40 kapal mungkin. Sebagian besar berbendera Vietnam, tapi ada yang berbendera Malaysia," lanjutnya.

Disebutkannya, titik koordinat kala video diambil berada di antara koordinat 04.10.000 - 109.10.000 (Perairan Natuna Utara) dan terus bergerak ke atas.

"Di koordinat itu, jarak kapal kita yang ambil video cuma 50 mil saja. Tapi ada kapal nelayan yang coba ambil video dikejar sama mereka," jelas Dedek.

Nelayan tidak dapat mengambil video lebih lanjut, mengingat kapal asing tersebut diketahui memiliki konstruksi yang lebih modern dan besar.

Dedek menyebutkan dirinya bersama nelayan sudah memberikan informasi ke pihak berwajib termasuk PSDKP Batam.

"Tanggapannya anggaran operasi akhir tahun sudah tidak ada lagi," sebutnya.

Menanggapi itu, Dedek mewakili nelayan berharap kedepan, pemerintah menyediakan anggaran kapal pengawas selama akhir tahun hingga awal tahun.

Hingga berita ini diunggah, kepripedia masih melakukan konfirmasi ke pihak yang berwenang.


https://m.kumparan.com/amp/kepriped...-pukat-gandeng-di-perairan-natuna-1sW0Vwwal1x
 
.
Industri MRO Amerika minat investasi di Batam
Kamis, 26 Desember 2019 17:08 WIB

169006D1-A8BA-4E08-8A0A-CADE8D99A253.jpeg

Jakarta (ANTARA) - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut industri perawatan dan perbaikan pesawat atau maintenance, repair and overhaul (MRO) asal Amerika Serikat Unical minat investasi di Indonesia.

“Mereka ingin mengembangkan sayapnya di Batam, karena saat ini mereka sudah melayani penjualan sparepart ke Indonesia. Bahkan, mereka sudah ada kantor penjualan di Jakarta,” kata Menperin lewat keterangannya diterima di Jakarta, Kamis.

Menperin didampingi Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono bersama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yorrys Raweyai serta Konsul Jenderal RI di Los Angeles, Saud P Krisnawan, mengunjungi Unical selaku perusahaan MRO di Amerika Serikat pekan lalu.

Baca juga: Dukung investasi MRO asing, BKPM beri "tax holiday"

Unical berdiri sejak 1990 dan merupakan penyedia komponen dan jasa perawatan aftermarket pesawat terbang. Berlokasi di Los Angeles, perusahaan ini telah melayani penerbangan komersil maupun militer.

Unical memiliki beberapa anak perusahaan dengan spesifikasi masing-masing. Misalnya, Unical MRO untuk aircraft storage and dismantling (penyimpanan dan bongkar pesawat).

Kemudian, Unical 145 untuk MRO parts dan komponen pesawat, serta perbaikan mesin. Unical Aero untuk produksi parts, komponen, dan sistem untuk aplikasi komersil. Sedangkan Unical Defense untuk mendukung militer.

Baca juga: Kemenperin dorong industri MRO dongkrak neraca perdagangan

Agus menyampaikan, industri MRO di Indonesia semakin kompetitif. Saat ini, sudah mampu menyediakan berbagai jasa perawatan pesawat, seperti airframe, instrument, engine, radio, emergency equipment, dan line maintenance.

“Artinya, kita sudah punya cukup daya saing. Kami berharap, industri MRO kita tidak hanya melayani airlinedalam negeri saja, tetapi juga dari luar negeri,” tuturnya.

Industri penerbangan dalam negeri terus berkembang dan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hal ini diindikasikan dengan kenaikan jumlah lalu lintas udara, baik penumpang maupun untuk arus barang.

Pertumbuhan jumlah penumpang udara domestik meningkat rata-rata 15 persen per tahun selama 10 tahun terakhir, sedangkan jumlah penumpang udara internasional naik hingga sekitar delapan persen.

Selain itu, Indonesia merupakan negara terbesar ketiga di Asia dalam pembelian pesawat udara setelah China dan India.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Budi Suyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2019
https://m.antaranews.com/berita/1224567/industri-mro-amerika-minat-investasi-di-batam
 
. . .

Latest posts

Back
Top Bottom