What's new

Indonesia Defence Forum

this , i hope it was the current 24 C/D in our inventory that will get upgraded to block 60 or block 70 standard .
Are you sure?
Upgrade a pretty old airframe with not much hours left doesn't seems to be worth it. Block 52 equivalent (same as f-16 eMLU) is enough for me
 
https://www.merdeka.com/peristiwa/mulai-tahun-depan-24-jet-tempur-f-16-akan-tiba-di-tanah-air.html
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mulai Tahun Depan, 24 Jet Tempur F-16 Akan Tiba di Tanah Air

Jumat, 22 November 2019 22:04Reporter : Arie Sunaryo
mulai-tahun-depan-24-jet-tempur-f-16-akan-tiba-di-tanah-air.jpg


Kasau Marsekal TNI Yuyu Sutisna. ©2019 Merdeka.com


Merdeka.com - Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau), Marsekal TNI Yuyu Sutisna menyebut, mulai akhir Januari 2020 hingga 2024 mendatang, sebanyak 24 jet tempur F-16 akan tiba di tanah air.

"Pengadaan alutsista ini sudah masuk dalam rencana strategis (renstra) 5 tahun ke depan," ujar Yuyu, seusai melantik 240 perwira baru di Lapangan Dirgantara Lanud Adi Soemarmo, Solo, Jumat (22/11).

"Kita sudah rencanakan itu melalui program renstra. Tahun depan sudah masuk renstra tahap IV," imbuhnya.

Menurut Yuyu, tugas utama TNI AU adalah membangun dan memperkuat alutsista. Dia menyebut, proses pengadaan alutsista saat ini hampir mencapai 100 persen. Tahun ini, renstra pengadaan 24 jet tempur F-16 masuk tahap III.

Kontrak pengadaan pesawat, lanjut Yuyu, hampir diselesaikan. Hingga saat ini tinggal dua berkas kontrak lagi yang belum. Ia berharap tahun ini bisa diselesaikan.

"Kedatangan jet tempur F-16 dari Amerika Serikat kita lakukan secara bertahap. Mulai pertengahan tahun 2020 sampai 2024. Harapan kita tahun 2024 TNI AU sudah mempunyai kemampuan utuh alutsista sesuai minimal assesor," ucapnya.

1 dari 2 halaman
Perlu Upgrade
Yuyu menerangkan, 24 jet tempur F-16 yang dimiliki TNI AU saat ini perlu dilakukan upgrade. Baik strukturnya, airframenya atau bodinya harus diperbaharui. Setelah upgrade, lanjut dia, F-16 mampu membawa senjata-senjata canggih seperti rudal Advanced Medium Range Air to Air Missile (AMRAAM) yang mempunyai kemampuan jarak medium.

"Pesawat tempur kita upgrade dan dilakukan peremajaan. Termasuk sistem radar dan engineer pesawat terbang juga dilatih," ucap Yuyu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

so now 1 squadron in our airforce setup/layout was consisted of 12 planes only ?? i thought it was going to be 32 unit .​
TNI-AU Chief was talking about the 24 units ordered in the 2nd & 3rd Renstra. The plan 32 units F-16V procurement is in the 4th Renstra.

A clearer article from Antara (read the bold part):

TNI AU rencanakan pesan jet tempur F-16 Viper

Jumat, 22 November 2019 16:42 WIB
Oleh : Bambang Dwi Marwoto

KSAU.jpg

Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Yuyu Sutisna didampingi istri saat ikut bersama para perwira Setukpa angkatan 22 yang baru dilantik di Lapangan Dirgantara Lanud Adi Soemarmo Karanganyar, Jumat. ANTARA/Bambang Dwi Marwoto

Karanganyar (ANTARA) - Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Yuyu Sutisna menyebutkan TNI AU merencanakan pesan pesawat jet tempur jenis F-16 Block 70/72 Viper buatan Amerika Serikat pada rencana strategis berikutnya untuk melengkapi alat utama sistem pertahanan (alusista) Nusantara.

Jet tempur Viper yang tercanggih dan terbaru dari jenis F-16 yang ada, kata Yuyu Sutisna usai ikuti pelantikan siswa Setukpa angkatan 22 di Lapangan Lanud Ado Soemarmo, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat.

Namun, kata KSAU, hal tersebut tergantung kondisi anggaran dan situasi yang ada. Begitu juga pesawat jet tempur jenis Sukhoi 35 juga sudah ada perencanaan untuk membeli.

KSAU mengatakan alutsista di TNI dalam pengadaannya ada perencanaan jangka pendek dan panjang. Postur TNI AU hingga 2024 sudah ada dan tahun ini, akhir dari pada Renstra ketiga 2019 dan Januari 2020 masuk Renstra keempat.

"Tugas kami AU adalah membangun kekuatan melaksanakan atau memproses pengadaan yang ada di Renstra ketiga dan sudah hampir 100 persen yang waktunya tinggal sekitar 1,5 bulan lagi sudah diselesaikan. Kontrak-kontrak sudah hampir selesai semua. Dan, kalau sudah selesai tinggal menunggu kedatangan alutsista itu," kata KSAU.

Menurut dia, kontrak bermacam-macam ada yang mulai dari 6 bulan hingga 3 tahun sehingga mulai 2020 akhir akan mulai berdatangan alutsista hingga pada 2023 mendatang. Kemudian Renstra terakhir hingga 2024, TNI AU mempunyai kemampuan yang utuh sesuai dengan minimal 'essential force'.

"Pesawat jet tempur yang baru kita pengadaan di Renstra kedua dan ketiga, yakni jenis F-16 sebanyak 24 pesawat jet tempur. Dan, kemudian meningkatkan pesawat F-16 yang lama strukturnya atau bodynya diperbarui atau dimudakan juga avioniknya, sehingga dapat membawa senjata-senjata tercanggih sekelas rudal amraam yang jaraknya medium," katanya.

Selain itu, lanjut dia, untuk jenis pesawat angkut TNI AU pada Renstra tahun ini, sudah melakukan kontrak lima pesawat terbang jenis C 130 tipe J, dan pada Renstra berikutnya juga ada program pengadaan itu. Pengadaannya kontrak pesawat angkut ini, dengan waktu dua hingga tiga tahun ke depan. Pesan pesawat seperti Hercules ini, antreannya Indonesia yang Ke-39.

Kasau mengatakan TNI AU telah merencanakan untuk membelikan pesawat jet tempur canggih jenis F-16 Block 70/72 Viper buatan Amerika Serikat, pada Renstra berikutnya. Namun, hal ini, tentunya tergantung kondisi anggarannya dan situasi.

Selain itu, TNI juga sudah mengontrak pesanan helikopter angkut sebanyak delapan unit, dan dua lagi untuk VVIP, Alutsista untuk radar di Indonesia untuk memenuhi target hingga 2024 sebanyak 32 radar.

Namun, kata dia, alutsista untuk radar hingga sekarang sudah terealisasi sebanyak 21 radar yang tersebar di wilayah Indonesia. Renstra tahun ini, ada enam radar, dan diharapkan Renstra berikutnya ada ada enam lagi, sehingga di akhir 2024 sudah terpenuhi kebutuhan radar di seluruh Nusantara.

https://jateng.antaranews.com/berita/276612/tni-au-rencanakan-pesan-jet-tempur-f-16-viper
 
Last edited:
TNI-AU Chief was talking about the 24 units ordered in the 2nd & 3rd Renstra. The plan 32 units F-16V procurement is in the 4th Renstra.

A clearer article from Antara (read the bold part):

TNI AU rencanakan pesan jet tempur F-16 Viper

Jumat, 22 November 2019 16:42 WIB
Oleh : Bambang Dwi Marwoto

KSAU.jpg

Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Yuyu Sutisna didampingi istri saat ikut bersama para perwira Setukpa angkatan 22 yang baru dilantik di Lapangan Dirgantara Lanud Adi Soemarmo Karanganyar, Jumat. ANTARA/Bambang Dwi Marwoto

Karanganyar (ANTARA) - Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Yuyu Sutisna menyebutkan TNI AU merencanakan pesan pesawat jet tempur jenis F-16 Block 70/72 Viper buatan Amerika Serikat pada rencana strategis berikutnya untuk melengkapi alat utama sistem pertahanan (alusista) Nusantara.

Jet tempur Viper yang tercanggih dan terbaru dari jenis F-16 yang ada, kata Yuyu Sutisna usai ikuti pelantikan siswa Setukpa angkatan 22 di Lapangan Lanud Ado Soemarmo, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat.

Namun, kata KSAU, hal tersebut tergantung kondisi anggaran dan situasi yang ada. Begitu juga pesawat jet tempur jenis Sukhoi 35 juga sudah ada perencanaan untuk membeli.

KSAU mengatakan alutsista di TNI dalam pengadaannya ada perencanaan jangka pendek dan panjang. Postur TNI AU hingga 2024 sudah ada dan tahun ini, akhir dari pada Renstra ketiga 2019 dan Januari 2020 masuk Renstra keempat.

"Tugas kami AU adalah membangun kekuatan melaksanakan atau memproses pengadaan yang ada di Renstra ketiga dan sudah hampir 100 persen yang waktunya tinggal sekitar 1,5 bulan lagi sudah diselesaikan. Kontrak-kontrak sudah hampir selesai semua. Dan, kalau sudah selesai tinggal menunggu kedatangan alutsista itu," kata KSAU.

Menurut dia, kontrak bermacam-macam ada yang mulai dari 6 bulan hingga 3 tahun sehingga mulai 2020 akhir akan mulai berdatangan alutsista hingga pada 2023 mendatang. Kemudian Renstra terakhir hingga 2024, TNI AU mempunyai kemampuan yang utuh sesuai dengan minimal 'essential force'.

"Pesawat jet tempur yang baru kita pengadaan di Renstra kedua dan ketiga, yakni jenis F-16 sebanyak 24 pesawat jet tempur. Dan, kemudian meningkatkan pesawat F-16 yang lama strukturnya atau bodynya diperbarui atau dimudakan juga avioniknya, sehingga dapat membawa senjata-senjata tercanggih sekelas rudal amraam yang jaraknya medium," katanya.

Selain itu, lanjut dia, untuk jenis pesawat angkut TNI AU pada Renstra tahun ini, sudah melakukan kontrak lima pesawat terbang jenis C 130 tipe J, dan pada Renstra berikutnya juga ada program pengadaan itu. Pengadaannya kontrak pesawat angkut ini, dengan waktu dua hingga tiga tahun ke depan. Pesan pesawat seperti Hercules ini, antreannya Indonesia yang Ke-39.

Kasau mengatakan TNI AU telah merencanakan untuk membelikan pesawat jet tempur canggih jenis F-16 Block 70/72 Viper buatan Amerika Serikat, pada Renstra berikutnya. Namun, hal ini, tentunya tergantung kondisi anggarannya dan situasi.

Selain itu, TNI juga sudah mengontrak pesanan helikopter angkut sebanyak delapan unit, dan dua lagi untuk VVIP, Alutsista untuk radar di Indonesia untuk memenuhi target hingga 2024 sebanyak 32 radar.

Namun, kata dia, alutsista untuk radar hingga sekarang sudah terealisasi sebanyak 21 radar yang tersebar di wilayah Indonesia. Renstra tahun ini, ada enam radar, dan diharapkan Renstra berikutnya ada ada enam lagi, sehingga di akhir 2024 sudah terpenuhi kebutuhan radar di seluruh Nusantara.

https://jateng.antaranews.com/berita/276612/tni-au-rencanakan-pesan-jet-tempur-f-16-viper
Oh... ok, this is what you call a good news clear and detailed.
Kadang jurnalis kurang nangkap apa yang diomongkan pembicara, terlebih lagi ada banyak istilah yang macam macam yang digunakan (bahasa Indonesia dan bahasa inggris juga), belum lagi jenis jenis nama dan tipe alutsista yang bermacam2.
.....tank....sistem pertahanan level 4... -> maksudnya STANAG level 4.
....rudal kiwi.... -> maksudnya rudal QW-3
dll. Belum lagu tambahan bumbu yang kadang terlalu banyak. :/
 
Oh... ok, this is what you call a good news clear and detailed.
Kadang jurnalis kurang nangkap apa yang diomongkan pembicara, terlebih lagi ada banyak istilah yang macam macam yang digunakan (bahasa Indonesia dan bahasa inggris juga), belum lagi jenis jenis nama dan tipe alutsista yang bermacam2.
.....tank....sistem pertahanan level 4... -> maksudnya STANAG level 4.
....rudal kiwi.... -> maksudnya rudal QW-3
dll. Belum lagu tambahan bumbu yang kadang terlalu banyak. :/

kalopun kurang nangkap , masa iya sekelas media ga ada editorial nya yang paham tentang militer seengak nya satu orang biar bisa di cek dulu apa bila ada typo gara gara istilah istilah militer yang mereka salah dengar
 
Oh... ok, this is what you call a good news clear and detailed.
Kadang jurnalis kurang nangkap apa yang diomongkan pembicara, terlebih lagi ada banyak istilah yang macam macam yang digunakan (bahasa Indonesia dan bahasa inggris juga), belum lagi jenis jenis nama dan tipe alutsista yang bermacam2.
.....tank....sistem pertahanan level 4... -> maksudnya STANAG level 4.
....rudal kiwi.... -> maksudnya rudal QW-3
dll. Belum lagu tambahan bumbu yang kadang terlalu banyak. :/

kalopun kurang nangkap , masa iya sekelas media ga ada editorial nya yang paham tentang militer seengak nya satu orang biar bisa di cek dulu apa bila ada typo gara gara istilah istilah militer yang mereka salah dengar

Bisa jadi, media sekelas T*mpo/CNBC pun kalau beritain masalah Hankam, alutsista, dsb-nya suka agak aneh atau bahkan ngaco mulai dari nangkep konteks narasumber sampe nge-translate istilah persenjataan

Mungkin dulu hal-hal kyk gini gak kerasa tapi ketika TNI makin kesini makin modern dan makin banyak alutsista modern yang diberitakan baru deh kerasa kualitas pemberitaannya
 
Are you sure?
Upgrade a pretty old airframe with not much hours left doesn't seems to be worth it. Block 52 equivalent (same as f-16 eMLU) is enough for me
The idea is to upgrade them all to the new Block 70/72 Viper standard. This would allow the Air Force to use one common platform if they do decide on purchasing 2 additional squadrons of Vipers.
 
The idea is to upgrade them all to the new Block 70/72 Viper standard. This would allow the Air Force to use one common platform if they do decide on purchasing 2 additional squadrons of Vipers.
But block 15 that just got eMLU are block 52 standard, so tni's f-16 fleet are still diverse no matter what, aren't they?
 
But block 15 that just got eMLU are block 52 standard, so tni's f-16 fleet are still diverse no matter what, aren't they?
I think the whole point is to have them all at the Block 70 standard whilst ordering new Airframes, similar to what Taiwan is doing.
 
Jumat 22 November 2019, 22:32 WIB
Round-Up
Perintah Jokowi ke Menhan Prabowo Kian Spesifik
Tim detikcom - detikNews

fd4acc59-0a45-4074-9c38-eb2b6fca287f_169.jpeg
Foto: Jokowi dan Prabowo di Istana (Biro Pers Setpres)
Jakarta - Perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Menhan Prabowo Subianto perkuat industri pertahanan dalam negeri kian spesifik. Jokowi ingin Prabowo tak beli beli alutsista dengan teknologi 'jadul'.

Prabowo sejak ditunjuk sebagai Menhan diingatkan Jokowi untuk membeli alutsista di dalam negeri. Alasannya, agar Indonesia tidak melulu bergantung impor.

Dalam rapat terbatas di Kantor Presiden siang tadi, Jokowi mempertegas arahan untuk Prabowo. Jokowi meminta pengadaan alutsista harus memperhitungkan kalkulasi hingga teknologi terbaru.

Baca juga: Jokowi ke Prabowo: Kurangi Ketergantungan Impor Alutsista


"Ini akan memengaruhi corak peperangan di masa yang akan datang," kata Jokowi dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019).

"Jangan sampai pengadaan alutsista kita lakukan dengan teknologi yang sudah usang, yang sudah ketinggalan, dan tidak sesuai dengan corak peperangan di masa yang akan datang," imbuhnya sebelum mempersilakan Prabowo menyampaikan materinya.

Rapat terbatas ini juga dihadiri Kapolri Jenderal Idham Azis, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, KSAU Marsekal Yuyu Sutisna, KSAL Laksamana Siwi Sukma Adji, Wakil KSAD Letjen Tatang Sulaiman, Menkeu Sri Mulyani, hingga Menperin Airlangga Hartarto. Wapres Ma'ruf Amin tidak mendampingi Jokowi karena tengah kunjungan kerja di Jawa Barat.

Baca juga: Prabowo Kaji Pengadaan Sukhoi: Yang Kita Butuh Efisiensi


Dalam rapat itu, Jokowi juga ingin ada pemetaan yang jelas soal pengembangan industri pertahanan di dalam negeri. Paling penting, kata Jokowi, yakni melibatkan BUMN hingga pihak swasta.

"Sehingga kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor alutsista dari luar negeri," kata Jokowi.



Selain itu, Prabowo dkk juga diminta soal kepastian penguatan sumber daya manusia di industri pertahanan dalam negeri. Jokowi tidak ingin orientasi pengadaan alutsista sekadar memenuhi penyerapan anggaran semata.

"Kita harus memastikan SDM industri pertahanan kita betul-betul diperkuat, dan jangan lagi orientasinya adalah penyerapan anggaran, mampu membelanjakan anggaran sebanyak banyaknya, apalagi orientasinya sekedar proyek. Sudah stop yang seperti itu. Tapi orientasinya betul-betul strategic partnership, untuk peningkatan kemandirian dan daya saing bangsa sehingga kita memiliki kemampuan memproduksi alutsista yang tadi dikerjasamakan," ujar Jokowi.

Merespons arahan Jokowi, Prabowo tegas sepakat soal 'orientasi proyek'. Dia akan menyisir seluruh pembelanjaan alutsista. Prabowo juga menyampaikan, arahan Presiden ialah tidak boleh ada kebocoran anggaran.

Baca juga: Prabowo Sisir Belanja Alutsista: Arahan Presiden Tak Boleh Lagi Ada Kebocoran


"Iya benar. Ya kita akan review semua, kita akan melihat. Beliau (Jokowi) sangat tegas lagi kepada saya, tidak boleh lagi ada kebocoran, tidak boleh ada penyimpangan, tidak boleh ada penyelewengan uang, sangat berat didapat uang rakyat dari pajak," kata Prabowo usai rapat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019).

"Jadi itu terus-menerus ditekankan Bapak Presiden kepada saya dan saya menyambut sangat baik perintah itu. Kita benar-benar ingin jaga tidak ada kebocoran, tidak ada penggelembungan, market-market yang tidak masuk akal ini sudah kita berusaha," jelas Prabowo.

Prabowo menekankan akan menyisir semua proyek. Harga dan teknologinya juga akan dicek.

"Kita benar-benar lihat, dibutuhkan oleh pasukan kita di depan TNI AD, AL dan AU, apa yang benar-benar mereka butuh," kata Prabowo.

Tonton juga 'Jokowi: Kurangi Ketergantungan Impor Alutsista':






Baca juga: Jokowi ke Prabowo dkk soal Pengadaan Alutsista: Setop Orientasi Proyek!


Tak hanya itu, Prabowo juga akan mengoptimalkan pembelanjaan alutsista dari industri pertahanan dalam negeri. Ada banyak industri pertahanan dalam negeri yang akan diprioritaskan Prabowo seperti Pindad dan PT DI. Perusahaan swasta dalam negeri juga diprioritaskan.

"Ya kita akan berusaha sebanyak mungkin pengadaan itu dari industri dalam negeri," kata pria yang juga Ketum Gerindra ini. (idn/idh)

This explain why su 35 procurement got reviewed so sudden, a signal to procure F15 or F35 in the future?

Jumat 22 November 2019, 14:29 WIB

Jokowi ke Prabowo dkk soal Pengadaan Alutsista: Setop Orientasi Proyek!
Andhika Prasetia - detikNews

4821d0b9-b030-49c5-9c4f-c48685ff7d78_169.jpeg
Jokowi (Andhika/detikcom)
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan supaya pengadaan atau pembelian alutsista tidak berorientasi proyek. Justru, Jokowi meminta untuk peningkatan kemandirian produksi alutsista dalam negeri.

"Kita juga harus memastikan alih teknologi dari setiap pengadaan alutsista maupun program kerja sama dengan negara-negara lain. Kita harus memastikan SDM industri pertahanan kita betul-betul diperkuat, dan jangan lagi orientasinya adalah penyerapan anggaran, mampu membelanjakan anggaran sebanyak-banyaknya, apalagi orientasinya sekedar proyek. Sudah setop yang seperti itu," kata Jokowi dalam rapat terbatas kebijakan pengadaan alutsista di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (22/11/2019).

"Tapi orientasinya betul-betul strategic partnership, untuk peningkatan kemandirian dan daya saing bangsa sehingga kita memiliki kemampuan memproduksi alutsista yang tadi dikerjasamakan," imbuhnya.


Baca juga: Jokowi Ingatkan Prabowo dkk: Jangan Beli Alutsista dengan Teknologi Usang

Rapat terbatas ini juga dihadiri Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan jajaran menteri/pimpinan lembaga terkait. Jokowi turut menekankan pentingnya memiliki alutsista modern karena Indonesia harus menjadi negara yang disegani.

"Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17 ribu pulau terletak di antara dua samudera dan dua benua, negara harus mampu menjadi sebuah kekuatan regional yang baik, yang disegani di kawasan Asia Timur. Karena itu, kita perlu melakukan penguatan pertahanan kita dengan alutsista yang modern yang bersandar pada kemampuan industri alat pertahanan di dalam negeri," paparnya.

Untuk itu, Jokowi meminta Prabowo dkk tidak membeli alutsista yang ketinggalan zaman. Pengadaan alutsista mesti memperhitungkan corak peperangan di masa depan.

Baca juga: Pendaftaran CPNS di Kantor Prabowo Diperpanjang Hingga 27 November

"Jangan sampai pengadaan alutsista kita lakukan dengan teknologi yang sudah usang, yang sudah ketinggalan, dan tidak sesuai dengan corak peperangan di masa yang akan datang," ujar Jokowi.

Rapat terbatas ini juga dihadiri Kapolri Jenderal Idham Azis, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, KSAU Marsekal Yuyu Sutisna, KSAL Laksamana Siwi Sukma Adji, Wakil KSAD Letjen Tatang Sulaiman, Menkeu Sri Mulyani, hingga Menperin Agus Gumiwang. Wapres Ma'ruf Amin tidak mendampingi Jokowi karena tengah kunjungan kerja di Jawa Barat. (dkp/gbr)
 
Well looks like the chance for surprise in November is getting smaller.
No contract for Iver and PLN USD 700 mio isnot going to be used.
Prolly no contract at all until next year.
 
Where did Tirto get this data from? Cause it looked so wrong
https://tirto.id/prabowo-masih-prioritaskan-anggaran-ad-matra-lain-dianaktirikan-elYJ




dibaca normal 5 menit
  1. Home
  2. Politik
Prabowo Masih Prioritaskan Anggaran AD, Matra Lain "Dianaktirikan"

Penulis: Felix Nathaniel
23 November 2019

View non-AMP version at tirto.id

tirto.id - Mayor Penerbang Marlon A. Kawer meninggal dunia beserta 12 orang lain kala pesawat Hercules C-130 milik TNI AU mengalami kecelakaan. Saat itu ia mengemudikannya dari Timika ke Wamena. Hanya setengah jam di udara, pesawat kehilangan kontak. Lalu pesawat menabrak pegunungan dan hancur lebur. Tiga jenazah bahkan tak lagi bisa teridentifikasi.



Pagi yang sial itu terjadi pada akhir Desember 2016. Marlon memimpin penerbangan bersama ko-pilot Kapten Penerbang J. Hotlan F. Saragih dan navigator Letnan Satu Arif Fajar Prayogi. Dia dipercaya memantau tes Hotlan menjadi pilot sambil membawa logistik ke Wamena.



Meski belum mencapai 2.000 jam terbang, setidaknya Marlon sudah mempunyai 1.000 jam terbang lebih. Dia juga merupakan salah satu lulusan terbaik Sekolah Komando Kesatuan TNI Angkatan Udara (Sekkau) tahun 2000.



Penyebab tabrakan itu diperkirakan faktor cuaca yang buruk. TNI AU mengklaim bahwa kondisi pesawat yang dikendalikan Marlon masih layak terbang. Padahal pesawat itu dibuat pada 1980-an. Pesawat nomor A1334 itu masih punya 69 jam terbang sebelum memenuhi jatah 1.000 jam terbang dan masuk bengkel. Sedangkan secara keseluruhan, pesawat itu punya 9.000 jam terbang lagi.



Pesawat Hercules itu seharusnya punya batas jam terbang berkali-kali lipat. Salah satu situs pemerhati militer mencatat Hercules bisa terbang sampai dengan 40 ribu atau 60 ribu jam. Namun Hercules C-130 yang dipiloti Marlon diperkirakan tidak memenuhi kelaikan pada 2013. Saat kecelakaan, berdasar perkiraan situs fas.org, pesawat tersebut lebih baik tak tinggal landas.





PR Prabowo: Memperkuat Matra Laut dan Udara
Dalam hal pemeringkatan, Indonesia punya kekuatan angkatan udara yang tidak buruk-buruk amat: menempati peringkat 23 dari 53 negara dengan armada pesawat sebanyak 273. Namun dari segi kuantitas, jumlah itu terbilang sangat sedikit. Mesir yang berada di peringkat 24 saja punya 1.092 armada tempur. Meski ada yang mencatat Indonesia punya 451 armada, tapi kuantitas itu masih terbilang sedikit.



Sedangkan untuk angkatan laut, Indonesia punya 221 armada dan bertengger di peringkat 10. Hanya saja, jika dibandingkan dengan tiga negara (Amerika, Cina, dan India) yang tengah mengembangkan kekuatan tempur laut, Indonesia kalah telak.



Amerika punya armada udara sebanyak 5.092, Cina 2.500, dan India 1.666. Sementara armada laut Amerika punya 415 kapal tempur, Cina 714, dan India 295. Jika suatu saat Indonesia harus mengamankan wilayah laut dan udaranya dari ketiga negara yang tengah berkontestasi menguasai jalur ekonomi di Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia itu, bisa dipastikan akan kelabakan.



Hanya di AD kekuatan tempur Indonesia cukup masif, yakni memiliki 2.148 alutsista. Padahal Prabowo, dalam kampanye Pilpres 2019, setuju kekurangan alutsista di sektor laut dan udara adalah masalah yang harus diselesaikan.



"Modernisasi kapal, pesawat termasuk radar karena banyak daerah enggak terdeteksi rawan penyelundupan," kata juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, Sabtu (30/3/2019) seperti dikutip Medcom. "Pak Prabowo akan meningkatkan anggaran belanja, terutama pada efektifitasnya belanja alutsista terkait laut dan radar."





Baca juga: Prabowo adalah Bagian dari Elite, Narasi Populismenya Cuma Retorika
Saat ini, sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo juga masih ingin meningkatkan kemampuan alutsista Indonesia yang tertinggal dari negara lain. Dia memastikan ketiga matra akan mendapat penguatan, tapi tidak secara spesifik mana saja yang membutuhkan perhatian khusus.



"Kami akan perkuat TNI," kata Prabowo saat menyambangi Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (30/10/2019) seperti dilansir Jawa Pos.



Panglima TNI Hadi Tjahjanto mengaku sudah berkomunikasi dengan Prabowo dan punya visi yang sama. Salah satu konsep postur pertahanan negara yang ideal bagi keduanya adalah mendukung Indonesia menjadi poros maritim dunia dengan revitalisasi minimum essential force (MEF).



“Program tersebut diwujudkan dalam pembangunan sistem integrative vision center yang diperlukan agar perairan Indonesia bebas dari gangguan," jelas Hadi.



Bila menilik lebih jauh, masalah alutsista matra laut dan udara yang lemah tak lepas dari persoalan anggaran. Pada APBN 2020 TNI AD mendapat anggaran Rp55,92 miliar dengan alokasi alutsista sebesar Rp4,5 miliar. TNI AL punya bagian Rp22,08 miliar dan alokasi alutsista Rp4,1 miliar. Sedangkan TNI AU memperoleh dana Rp15,5 miliar dan alokasi alutsista Rp2,1 miliar. Lagi-lagi TNI AU mendapat urutan bontot.



Dibanding postur anggaran 2019, hanya TNI AL yang mendapat jatah belanja dan modernisasi alutsista lebih banyak daripada tahun sebelumnya. Apabila anggaran TNI AU dan TNI AL tidak menjadi prioritas, belum tentu janji-janji dan wacana poros maritim dunia akan terwujud. Karena seperti tahun-tahun yang sudah lewat, alutsista Indonesia masih ketinggalan zaman.

AL dan AU Masih "Dianaktirikan"
Secara pendanaan dan jatah kepemimpinan di TNI, Indonesia memang tidak menaruh perhatian pada matra laut dan udara seperti pada matra darat. Sejak 1962 hingga 1999, kepemimpinan tertinggi di ABRI selalu dijabat perwira dari TNI AD. Baru pada masa kepresidenan Abdurrahman Wahid, sejalan dengan agenda reformasi, Panglima TNI diberikan kepada TNI AL. Perwira yang ditunjuk Gus Dur saat itu adalah Laksamana Widodo Adi Sutjipto.



Sebagaimana dikutip dari buku Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden (2007) karya politikus PKB Lalu Misbah Hidayat, Gus Dur membuat gebrakan dengan berani mengambil Panglima TNI untuk pertama kalinya di luar matra darat.



“Pilihan ini didasarkan pada pemikiran untuk memprioritaskan keamanan nasional sesuai dengan fakta bahwa Republik Indonesia terdiri atas ribuan pulau yang dipisahkan oleh laut," tulis Lalu.



Sementara doktor ilmu politik lulusan Universitas Kebangsaan Malaysia, Abdoel Fattah, dalam Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut Politik Militer 1945-2004 (2005), menulis ada motif lain terkait keputusan Gus Dur itu, yakni memudahkan reformasi TNI. Saat itu dominasi AD memang terlalu kuat. Selain menunjuk Widodo A.S., Gus Dur juga memilih Marsekal Utama Graito Usodo dari TNI AU menjadi Kepala Pusat Penerangan TNI.



Saat itu salah satu perwira AD yang mendukung reformasi TNI dan mendapat julukan ‘jenderal reformis’ adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Tendensi reformis itu pula yang mungkin mendorong SBY, kala menjadi presiden, untuk mengangkat Laksamana Agus Suhartono sebagai Panglima TNI pada 2010.



Joko Widodo juga memberi kesempatan kepada purnawirawan AL untuk berperan dalam pemerintahan. Dia menunjuk Tedjo Edhy Purdijatno sebagai Menko Polhukam pada 2014. Namun itu tak bertahan lama. Tedjo digantikan Luhut Binsar Panjaitan yang berasal dari matra darat.



Padahal Jokowi punya keinginan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia pada 2014. Lima tahun kemudian cita-cita tersebut lenyap dari pidatonya dalam acara-acara resmi. Meski pada praktiknya usaha itu mungkin memang sudah punah saat pensiunan AD yang lebih dipercaya membantu pemerintahan Jokowi.



Berbagai kapal asing melintas di perairan Selat Malaka yang seharusnya menjadi wilayah untuk mengeruk keuntungan. Indonesia bahkan tak berhasil memanfaatkan Selat Malaka menjadi perlintasan karena tidak ada pelabuhan besar yang memadai.



Catatan itu belum termasuk dengan banyaknya kapal ilegal yang masuk ke Indonesia. Rektor sekaligus guru besar ekologi-politik Institut Pertanian Bogor, Arif Satria, mencatat banyaknya kapal nelayan ilegal masuk ke perairan Indonesia tak seluruhnya bisa ditangkal TNI AL. Alasan lama yang selalu dipakai adalah terbatasnya fasilitas.



Dalam Politik Kelautan dan Perikanan (2014), Aria berharap besarnya anggaran hingga puluhan triliun rupiah bagi matra laut seharusnya dapat digunakan membenahi masalah-masalah tersebut.



“Mestinya di wilayah perbatasan, TNI AL harus berperan lebih besar," tulis Aria.



Kekurangan fasilitas ini juga jadi masalah di TNI AU, utamanya dalam hal alutsista. Selain kecelakaan pesawat Hercules C-130 pada 2016 itu, setidaknya ada 12 kecelakaan yang terjadi pada kurun waktu 2004-2015.





Baca juga: Kisah Dua Panglima KNIL yang Tewas dalam Kecelakaan Pesawat




anggaran-pertahanan-indonesia--mild--fuad-01.jpg



Mantan Kepala Staf Angkatan Udara Chappy Hakim mencatat dalam Saksofon, Kapal Induk, dan “Human Error": Catatan Seorang Marsekal (2010) bahwa pada 2010 pesawat Hercules jenis C-120B juga mengalami kecelakaan di Wamena. Empat ban pesawat copot; satu ban mendarat di sebuah rumah dan melukai satu orang penghuni. Setahun sebelumnya, indikasi buruknya peralatan TNI AU juga sudah terlihat saat ban pesawat Hercules pecah ketika mendarat. Pembenahan alutsista TNI AU ini, menurut Chappy, penting untuk diselesaikan.



“Walaupun tidak menelan korban jiwa, insiden Hercules TNI Angkatan Udara itu sesungguhnya memberi peringatan tentang sebuah persoalan yang amat serius, yaitu ketertinggalan Indonesia dalam hal peralatan militer," tulis Chappy.



Jika AL hanya mendapat sedikit kesempatan menduduki pucuk pimpinan TNI, maka AU lebih nahas lagi. Marsekal Djoko Suyanto dari TNI AU memang pernah menjadi Panglima TNI, itu pun kurang dari dua tahun. Setelah Djoko Suyanto, tak ada lagi perwira-perwira dari angkatan yang harusnya menguasai angkasa Nusantara itu menduduki kursi Panglima TNI hingga 2017.





Baca juga: "Rezim Militer" Jokowi dan Cengkeraman Serdadu atas Presiden Sipil
Djoko Suyanto digantikan Djoko lain dari Angkatan Darat: Djoko Santoso (2007-2010). Setelah itu Laksamana Agus Suhartono dari Angkatan Laut jadi panglima TNI (2010-2013). Lalu disusul Jenderal Moeldoko dari Angkatan Darat (2013-2015).



Bila mengacu pada urutan tak resmi di atas, jabatan Panglima TNI seharusnya dipegang AU pada 2015. Tetapi Jokowi mengangkat Jenderal Gatot Nurmantyo dari AD. Chappy Hakim, seperti dikutip Merdeka, merasakan ketidakadilan ini.



"Puluhan tahun keberadaan AU tidak dihargai sama sekali di negeri ini. Mungkin memang lebih baik dibubarkan saja daripada terjadi degradasi moral anggotanya," kicau sang marsekal melalui akun Twitter-nya pada 2015.



Pada 2017 angin segar akhirnya datang untuk TNI AU. Marsekal Hadi Tjahjanto berhasil menjadi Panglima TNI hingga sekarang. Namun merujuk kembali pada komposisi anggaran, TNI AU masih saja tak mendapat kepercayaan mengelola dana besar. Satu-satunya yang bisa dilakukan Prabowo untuk menambah anggaran TNI AU adalah saat APBN-Perubahan mendatang. Karena bagaimanapun, reformasi TNI masih belum selesai.

Baca juga artikel terkait PERTAHANAN atau tulisan menarik lainnya Felix Nathaniel
(tirto.id - flx/ivn)
 
MANILA, Philippines — Two Indonesian Navy warships arrived in Manila on Monday morning for a four-day goodwill visit.

The multi-role light frigate KRI Bung Tomo (357) and Sigma-class corvette KRI Sultan Iskandar Muda (367) dropped anchor at Pier 15 in South Harbor, where they were welcomed by the Philippine Navy led by Commo. Ernesto Baldovino, commander of Sealift Amphibious Force.
safe_image.php

safe_image.php


The Indonesian Navy’s contingent was led by Capt. Amrin Rosihan.

Acting Navy public affairs office chief Lcmdr. Ma. Christina Roxas said the visit is part of Indonesia’s Asean Maritime Fulcrum, a concept where it aims to improve maritime relations with neighboring countries in the region through naval diplomacy. The Indonesian warships are also scheduled to visit Malaysia and Singapore.

While in Manila, Rosihan and the commanding officers of the two warships will pay a courtesy call on Navy chief Vice Adm. Robert Empedrad.
A series of engagements are also lined up, including reciprocal receptions, goodwill games, and a shipboard tour.
The visit will be concluded with a passing exercise between the visiting warships and a Philippine Navy vessel.
safe_image.php



interesting, this is the 2nd time we sent a pair of warships to Philippines in a year.
the Bung Tomo-class KRI John Lie (358) and Diponegoro-class KRI Frans Kaisiepo(368) visiting Subic Bay last month.

look at the pennant number 358-368 & 357-367, what a coincidence :dance3:

why navy never sent their fatahillah-class, parchim-class & their mighty van speijk-class for port/goodwill visit and any others mission abroad, except for van speijk-class on sinar kudus mission a decade ago?
 
Back
Top Bottom