What's new

Indonesia Defence Forum

QinetiQ sells 59 Banshee Whirlwind Targets to Indonesia
06 Apr 2020
QinetiQ’s Target Systems business signed a contract to supply 59 unmanned Banshee Whirlwind targets to Indonesia in May 2019, helping the customer to better prepare for adversary threats.

Indonesia-acceptance-testing-Dec-2019.jpg


The equipment has now been delivered and the customer training has been completed and signed off.

The Banshee whirlwind is powered by QinetiQ’s rear-mounted rotary engine and provides accurate and reliable flight profiles of over 100 km, reaching flight altitudes of over 7,000 metres, while a radar altimeter allows the target to achieve reliable sea skimming flight as low as five metres.

The order is evidence that despite the growing demand for unmanned next-generation transonic and supersonic targets that QinetiQ is designing, developing and bringing to market for customers - for example, the Next-Generation Banshee (Banshee NG) launched last year at DSEI - earlier models from the Banshee family of targets are still in demand from many customers.

Indonesia-Jan-2019.jpg


QinetiQ’s portfolio of unmanned targets for sea, air and land, enable countries to train with moving unmanned targets as opposed to static targets, to be more prepared for adversary threats and thereby supporting the company’s purpose “To save lives, protect sovereign interests and deliver where others can't.”

https://www.qinetiq.com/news/2020/04/qinetiq-sells-59-banshee-whirlwind-targets-to-indonesia
 
According to my cousin working in Gov research Agency, BPPT budget is slashed about 400 billion Rupiah. It means all research funding is gone since other component of BBPT budget is for salary and operational (for example, BPPT total budget in 2018 is 1, 32 trillion Rupiah with only 320 billion Rupiah of it for research purposes).

It means Black Eagle MALE UAV development seems to not get the funding this year. But there is still hope if Ristek Ministry can still have some budget for the program this year, at least to make one prototype instead of three as previous plan.

My previous understanding about our research funding which is very small is also quite true. Ristek Ministry real budget for instant is only 2 trillion Rupiah. Previous number (2020 budget) that sounds quite big which is about 42 trillion Rupiah is actually 40 trillion of it is for Dikti (Dirjen Pendidikan Tinggi). And now that 40 trillion is given back for Kemendikbud since Dikti is joining Kemendikbud again since 23 October 2019.

There is news about it in Detik.com (Penjelasan Kemenristek soal Pemotongan Anggaran Rp 40 Trilliun)
 
Last edited:
Even during this pandemic crisis, Jakarta should consider to send help to Fiji and other Pacific nations they got hit by cyclone.
Considering that the government already create Indonesia Aid and aims to provide aid to Pacific nations, and during his speech in Australian parliament Jokowi said that he want to work together with Australia to achieve that.
 
Even during this pandemic crisis, Jakarta should consider to send help to Fiji and other Pacific nations they got hit by cyclone.
Considering that the government already create Indonesia Aid and aims to provide aid to Pacific nations, and during his speech in Australian parliament Jokowi said that he want to work together with Australia to achieve that.

Our LST will work wonder for such situation, hope they can send some relief effort soon



Got good rendering 3d of Pandur 2 ambulance
inaki-karras-ambu11.jpg
 
Sertifikasi N219 Ditargetkan Selesai antara April - Agustus 2020

09 April 2020



Prototipe kedua pesawat N219 Nurtanio (photo : Bambang Haryanta)

Pada tanggal 14 - 16 Februari 2020 yang baru lalu 17 Anggota Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke PT Dirgantara Indonesia (PTDI) di Bandung.

Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat RI adalah salah satu dari sebelas Komisi DPR RI dengan lingkup tugas di bidang Energi, Riset dan Teknologi, serta Lingkungan Hidup.

Sasaran dari kegiatan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI ke PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Bandung adalah untuk melihat secara langsung progress PT DI dalam Program Pengembangan Pesawat Perintis N219, N219A dan PUNA MALE, dukungan yang mungkin dapat diberikan dari Komisi VII DPR RI, serta kendala-kendala yang dialami.

Dalam melakukan kunjungan ke PT DI ini, dilakukan kegiatan :

-Pertemuan dengan Kepala LAPAN, Kepala BPPT, Ka Litbang Kemenhan, Dirut PT Dirgantara Indonesia (PTDI) (Persero), dan Dirut PT LEN Industri (Persero) membahas hal-hal strategis mengenai pengembangan pesawat.

-Peninjauan ke PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Bandung untuk melihat langsung pesawat N219, N219A dan PUNA MALE Kombatan.

Pesawat N-219 Nurtanio

Dalam kunjungan untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan pesawat N219 Nurtanio, Anggota Komisi VII dalam laporannya menyebutkan bahwa :

-Direktur PTDI menyampaikan bahwa PTDI mendapatkan penawaran 217 Letter of Interest (LoI) pemesanan pesawat dari beberapa negara,

-Program sertifikasi N219 menggambarkan rata-rata progress Pengujian (Lab Test, Ground Test, Flight Test System dan Flight Test,

-Status program sertifikasi N219 dilakukan diantaranya Performance Test sudah dilakukan 73% dan Handling Quality Test sudah dilakukan 59% Performance),

-Proses sertifikasi diperkirakan selesai antara April sampai dengan Agustus 2020.

PUNA MALE Kombatan

Khusus untuk pengembangan PUNA MALE Kombatan, Anggota Komisi VII dalam laporannya menyebutkan bahwa :

-Percepatan program PUNA MALE Kombatan memerlukan tambahan anggaran senilai 200 Milyar pada tahun 2020 dan 188 Milyar pada tahun 2021 untuk penguasaan desain dan manufaktur airframe, membeli peralatan payload, meningkatkan sistem senjata FFAR Guided serta kegiatan untuk mendapatkan sertifikasi produk militer dari IMAA,

-Masih diperlukan peningkatan sarana dan prasarana untuk uji terbang serta up-grading fasilitas laboratorium yang menunjang pengembangan drone seperti Fasilitas Uji Terowongan Angin (B2TA3) dan Fasilitas uji kekuataan struktur (B2TKS)

Pada akhir laporannya, Anggota Komisi VII DPR RI mengapresiasi hasil kerja PT Dirgantara
Indonesia (PTDI) dalam pengembangan pesawat N219, N219A dan PUNA MALE Kombatan.

(Defense Studies)

 
Last edited:
saab-2000-Erieye-.jpg
Saab
Tiga pesawat AEW&C incaran TNI AU dalam MEF IV

CategoryAngkatan UdaraPosted onApril 9, 2020AuthorRangga Baswara SawiyyaLeave a comment

Catatan pendahuluan: Kami tidak bekerja sama dengan akun YuoTube mana pun yang sering menggunakan konten-konten Airspace Review untuk dijadikan bahan narasi YouTube dan mendapatkan hasil yang banyak dari kegiatan tersebut. Kami punya akun YouTube sendiri: Airspace Review. Terima kasih.

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Di hari jadinya yang ke-74 pada 9 April 2020 ini, TNI AU masih memiliki pekerjaan rumah yang masih banyak, terutama mendapatkan alutsista (alat utama sistem persenjataan) baru untuk menggantikan armada yang mulai uzur.

Salah satu yang begitu dinantikan dan diperbincangkan publik di Tanah Air adalah jet tempur pengganti F-5E/F Tiger II buatan Northrop yang tak kunjung terealisasi.

Ada juga pengadaan pesawat baru dalam rensta (rencana strategis) TNI AU MEF IV (Minimum Essential Forces ke-4) tahun 2020-2024.

Pertama adalah mencari pengganti pesawat intai maritim Boeing B727-2X9 Surveiller yang hampir memasuki usia empat dasawarsa.

Selanjutnya pengadaan tanker udara baru serbaguna bermesin jet untuk menambah kekuatan armada tanker C-130B Hercules yang tinggal satu unit. Seperti kita ketahui, satu unit tanker C-130B lainnya mengalami musibah jatuh di Medan, Sumatera Utara pada 30 Juni 2015.

Pengadaan alutsista strategis lainnya adalah pesawat peringatan dan kontrol udara atau populer disebut AEW&C (Airborne Early Warning & Control System) yang pertama untuk TNI AU bila terwujud.


BACA Dua Pembom Strategis ‘Angsa Putih’ Siap Bergerak ke Afrika Selatan

Nah, berbicara mengenai pesawat AEW&C ini, TNI AU sendiri telah mengevaluasi tiga pesawat. Mereka adalah Boeing 737 AEW&C (E-7A Wedgetail), Airbus C-295 AEW&C, dan terakhir Saab 2000 Erieye.

Pilihan atas ketiga pabrikan besar dunia ini disampaikan langsung oleh KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna kepada wartawan di Ruang VIP Lanud Adisutjipto, Yogyakarta pada 19 Maret 2019 silam.

Pesawat AEW&C digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan pergerakan pesawat, kapal, dan kendaraan lawan dalam jarak jauh.

Kemudian melakukan komando dan kontrol ruang pertempuran dalam operasi udara dengan mengarahkan pesawat tempur ke sasaran yang telah dikunci.

E-7-Wedgetail-1024x684.jpg

RAAF
Dari ketiga pesawat tersebut, Boeing E-7A adalah yang terbesar dan bermesin jet. Pesawat dibekali radar Northrop Grumman MESA (multirole electronic scanned array) yang dipasang di punggung belakang pesawat.

Radar ini mampu melakukan pencarian udara dan laut secara simultan, kontrol tempur dan pencarian area dengan jangkauan maksimum lebih dari 600 km (look-up mode).

Saat beroperasi dalam mode look-down terhadap target jet tempur lawan, jarak maksimumnya lebih dari 370 km.

BACA Menanti Il-112V, Pesawat Angkut Medium Ringan Penantang C-295 dan C-27J

Ketika digunakan melawan target maritim, jarak maksimumnya lebih dari 240 km untuk target ukuran sebesar kapal fregat.

Hebatnya radar MESA ini mampu secara simultan melacak 180 target bersamaan dan melakukan 24 intersepsi sekaligus.

Pesawat E-7A sendiri terbilang laku, saat ini telah opernasional oleh AU Australia, AU Turki, AU Korea Selatan dan AU Inggris. E-7A juga telah diminati oleh AU Italia, Uni Emirat Arab dan Qatar.

Pesawat peringatan dini kedua adalah C-295 AEW&C garapan Airbus Defense and Space.

Pesawat dibekali kubah radar putar 360 derajat di punggungnya dengan mengusung radar AESA (active electronically scanned array) EL/W-2090 buatan IAI, Israel.

Saat ini C-295 AEW&C sendiri masih gencar ditawarkan oleh Airbus Defence and Space, namun belum mendapatkan pelanggan.

Selanjutnya pesawat ketiga buatan Saab Defense Systems dari Swedia di mana pihak Saab memberi kemudahan pelanggan untuk memilih platform pesawatnya sendiri.

C295-AEWC.jpg

Airbus
Seperti AU Brazil yang menyandingkan Erieye dengan pesawat jet Embraer R-99 (E-145). Juga tersedia berbasis jet Bombardier Global 6000 yang dikenal sebagai Globaleye.

Saab sendiri lebih menawarkan paket Erieye dengan pesawat bermesin turboprop Saab 340 atau Saab 2000 yang lebih besar buatannya.

BACA Tiga Helikopter Andalan Ditampilkan Russian Helicopters di MAKS-2019

Radar Erieye menyediakan cakupan 300 derajat dan memiliki jangkauan instrumental 450 km dan jangkauan deteksi 350 km dalam lingkungan peperangan elektronik yang padat.

Saat ini sistem Erieye telah digunakan oleh AU Swedia, AU Brazil, AU Yunani, AU Meksiko, AU Pakistan, AU Arab Saudi, AU Uni Emirat Arab, dan AU Thailand.

Lalu pesawat AEW&C mana yang akan menjadi pilihan TNI AU? Tentunya sudah ada pertimbangan strategis, baik dari kemampuan maupun anggaran yang tersedia.

Mari kita nantikan bersama, apapun pilihannya tentunya pesawat AEW&C ini akan menjadi daya gentar baru TNI AU di kawasan.

Rangga Baswara Sawiyya

editor: ron

https://www.airspace-review.com/2020/04/09/tiga-pesawat-aewc-incaran-tni-au-dalam-mef-iv/
 
saab-2000-Erieye-.jpg
Saab
Tiga pesawat AEW&C incaran TNI AU dalam MEF IV

CategoryAngkatan UdaraPosted onApril 9, 2020AuthorRangga Baswara SawiyyaLeave a comment

Catatan pendahuluan: Kami tidak bekerja sama dengan akun YuoTube mana pun yang sering menggunakan konten-konten Airspace Review untuk dijadikan bahan narasi YouTube dan mendapatkan hasil yang banyak dari kegiatan tersebut. Kami punya akun YouTube sendiri: Airspace Review. Terima kasih.

AIRSPACE REVIEW (airspace-review.com) – Di hari jadinya yang ke-74 pada 9 April 2020 ini, TNI AU masih memiliki pekerjaan rumah yang masih banyak, terutama mendapatkan alutsista (alat utama sistem persenjataan) baru untuk menggantikan armada yang mulai uzur.

Salah satu yang begitu dinantikan dan diperbincangkan publik di Tanah Air adalah jet tempur pengganti F-5E/F Tiger II buatan Northrop yang tak kunjung terealisasi.

Ada juga pengadaan pesawat baru dalam rensta (rencana strategis) TNI AU MEF IV (Minimum Essential Forces ke-4) tahun 2020-2024.

Pertama adalah mencari pengganti pesawat intai maritim Boeing B727-2X9 Surveiller yang hampir memasuki usia empat dasawarsa.

Selanjutnya pengadaan tanker udara baru serbaguna bermesin jet untuk menambah kekuatan armada tanker C-130B Hercules yang tinggal satu unit. Seperti kita ketahui, satu unit tanker C-130B lainnya mengalami musibah jatuh di Medan, Sumatera Utara pada 30 Juni 2015.

Pengadaan alutsista strategis lainnya adalah pesawat peringatan dan kontrol udara atau populer disebut AEW&C (Airborne Early Warning & Control System) yang pertama untuk TNI AU bila terwujud.


BACA Dua Pembom Strategis ‘Angsa Putih’ Siap Bergerak ke Afrika Selatan

Nah, berbicara mengenai pesawat AEW&C ini, TNI AU sendiri telah mengevaluasi tiga pesawat. Mereka adalah Boeing 737 AEW&C (E-7A Wedgetail), Airbus C-295 AEW&C, dan terakhir Saab 2000 Erieye.

Pilihan atas ketiga pabrikan besar dunia ini disampaikan langsung oleh KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna kepada wartawan di Ruang VIP Lanud Adisutjipto, Yogyakarta pada 19 Maret 2019 silam.

Pesawat AEW&C digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan pergerakan pesawat, kapal, dan kendaraan lawan dalam jarak jauh.

Kemudian melakukan komando dan kontrol ruang pertempuran dalam operasi udara dengan mengarahkan pesawat tempur ke sasaran yang telah dikunci.

E-7-Wedgetail-1024x684.jpg

RAAF
Dari ketiga pesawat tersebut, Boeing E-7A adalah yang terbesar dan bermesin jet. Pesawat dibekali radar Northrop Grumman MESA (multirole electronic scanned array) yang dipasang di punggung belakang pesawat.

Radar ini mampu melakukan pencarian udara dan laut secara simultan, kontrol tempur dan pencarian area dengan jangkauan maksimum lebih dari 600 km (look-up mode).

Saat beroperasi dalam mode look-down terhadap target jet tempur lawan, jarak maksimumnya lebih dari 370 km.

BACA Menanti Il-112V, Pesawat Angkut Medium Ringan Penantang C-295 dan C-27J

Ketika digunakan melawan target maritim, jarak maksimumnya lebih dari 240 km untuk target ukuran sebesar kapal fregat.

Hebatnya radar MESA ini mampu secara simultan melacak 180 target bersamaan dan melakukan 24 intersepsi sekaligus.

Pesawat E-7A sendiri terbilang laku, saat ini telah opernasional oleh AU Australia, AU Turki, AU Korea Selatan dan AU Inggris. E-7A juga telah diminati oleh AU Italia, Uni Emirat Arab dan Qatar.

Pesawat peringatan dini kedua adalah C-295 AEW&C garapan Airbus Defense and Space.

Pesawat dibekali kubah radar putar 360 derajat di punggungnya dengan mengusung radar AESA (active electronically scanned array) EL/W-2090 buatan IAI, Israel.

Saat ini C-295 AEW&C sendiri masih gencar ditawarkan oleh Airbus Defence and Space, namun belum mendapatkan pelanggan.

Selanjutnya pesawat ketiga buatan Saab Defense Systems dari Swedia di mana pihak Saab memberi kemudahan pelanggan untuk memilih platform pesawatnya sendiri.

C295-AEWC.jpg

Airbus
Seperti AU Brazil yang menyandingkan Erieye dengan pesawat jet Embraer R-99 (E-145). Juga tersedia berbasis jet Bombardier Global 6000 yang dikenal sebagai Globaleye.

Saab sendiri lebih menawarkan paket Erieye dengan pesawat bermesin turboprop Saab 340 atau Saab 2000 yang lebih besar buatannya.

BACA Tiga Helikopter Andalan Ditampilkan Russian Helicopters di MAKS-2019

Radar Erieye menyediakan cakupan 300 derajat dan memiliki jangkauan instrumental 450 km dan jangkauan deteksi 350 km dalam lingkungan peperangan elektronik yang padat.

Saat ini sistem Erieye telah digunakan oleh AU Swedia, AU Brazil, AU Yunani, AU Meksiko, AU Pakistan, AU Arab Saudi, AU Uni Emirat Arab, dan AU Thailand.

Lalu pesawat AEW&C mana yang akan menjadi pilihan TNI AU? Tentunya sudah ada pertimbangan strategis, baik dari kemampuan maupun anggaran yang tersedia.

Mari kita nantikan bersama, apapun pilihannya tentunya pesawat AEW&C ini akan menjadi daya gentar baru TNI AU di kawasan.

Rangga Baswara Sawiyya

editor: ron

https://www.airspace-review.com/2020/04/09/tiga-pesawat-aewc-incaran-tni-au-dalam-mef-iv/
that's really hard choice between wedgtail and SAAB for me , the saab offer could help our airframer to gain knowledge for AEW/AWACS development for our cn-235.

or perhaps like the UK which SAAB offer to install their erieye on the A330 MRTT platform , this also a good option , AWACS and Tanker in one platform , but far more expensive though
30607464397_d8188abb5d_b.jpg

Saab-Airbus-AWACS_trans_NvBQzQNjv4BqeTmIrq9zkcsW-fo5t5CZSBVJKAHE1Nwu-zRV911_wsw.JPG
 
Last edited:
Back
Top Bottom